WahanaNews.co, Jakarta - Dalam peristiwa bentrokan yang terjadi antara warga dengan aparat gabungan di Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, pada Kamis (7/9/2023), polisi menangguhkan penahanan terhadap 7 orang tersangka.
Kabid Humas Polda Kepri Kombes Zahwani Pandra Arsyad mengatakan penangguhan itu diberikan dengan jaminan tak akan melakukan aksi penolakan upaya relokasi warga imbas PSN Rempang Eco-City.
Baca Juga:
Bahlil Lahadalia Jawab Tudingan Bohong Soal Investasi Rp175 Triliun di Rempang
"Dengan jaminan para tersangka ini yaitu dia akan menjamin bahwa massa tidak akan turun karena diantara mereka ini kan sebagai kelompok-kelompok masa yang menajdi pemimpin massa mereka," kata Pandra saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui sambungan telefon, dilansir Senin (11/9).
“ya, tidak melakukan penolakan atau tidak berbuat anarkis," imbuhnya.
Pandra mengklaim penetapan tersangka telah sesuai dengan prosedur setelah dilakukan pemeriksaan.
Baca Juga:
2 Orang Penyebar Berita Hoax Penangkapan UAS soal Rempang Ditangkap Polisi
"Dari pemeriksaan selama 1x24 jam dapat ditersangkakan ada 7 orang dan mereka memang mengaku membawa batu, melempar batu menggunakan ketapel dan mengenai petugas," jelas Pandra.
Namun, pengakuan pihak kepolisian kontras dengan keterangan yang diberikan koalisi masyarakat sipil.
Tim Advokasi Untuk Kemanusiaan Rempang menyebut terdapat 8 orang yang dijadikan tersangka oleh polisi.
Menurut Koalisi, 1 orang tambahan tersangka ditetapkan setelah dua orang dari Aliansi Pemuda Melayu hendak mengantarkan surat pemberitahuan aksi ke polisi.
"Keesokan harinya (8/9/23) 2 orang dari Aliansi Pemuda Melayu diamankan dan di introgasi secara paksa pada saat sedang mengantarkan surat pemberitahuan aksi ke Polresta Barelang," kata Tim Advokasi Untuk Kemanusiaan Rempang dalam keterangannya.
"Dari kedua yang amankan tersebut salah satunya kemudian dilepaskan dan satunya lagi ditetapkan sebagai tersangka, sehingga total tersangka menjadi 8 orang," imbuhnya.
Tak hanya itu, koalisi pun menilai penetapan tersangka terhadap 8 orang tersebut tak sesuai dengan prosedur dan menduga ada penyiksaan warga terhadap aparat.
"Di dalam tahanan salah satu warga yang didampingi oleh Tim Advokasi juga mengalami gangguan kesehatan, seperti mata merah, sakit kepala, sakit punggung dan sampai muntah-muntah, kami menduga hal tersebut terjadi karena kekerasan dan penggunaan kekuatan berlebihan pada Kamis lalu," kata Sekretaris PHB Peradi Batam, Nofita Tutur Manik, dalam keterangan Koalisi Sipil.
Bentrok warga dan aparat terjadi saat Badan Pengusahaan (BP) Batam berencana melakukan pengukuran dan mematok lahan yang akan digunakan untuk investasi di Pulang Rempang dan Galang.
Ribuan rumah warga yang terkena proyek strategis nasional itu rencananya akan direlokasi ke sebuah lokasi di Sijantung. Namun, warga setempat masih keberatan atas rencana tersebut.
Bentrokan pun tidak dapat dihindari ketika polisi berusaha menerobos barikade warga. Aparat membawa water canon dan gas air mata untuk membubarkan massa. Sementara massa mencoba melawan dengan melempari aparat menggunakan batu.
[Redaktur: Alpredo Gultom]