WahanaNews.co | Kepala Biro Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Simamora, mengatakan, ada upaya
kriminalisasi dari kepolisian terhadap salah satu warga Pancoran Buntu menyusul
terjadinya penggusuran paksa pada Rabu (17/3/2021) lalu.
Hal itu Nelson sampaikan saat LBH
Jakarta menggelar konferensi pers secara virtual, Minggu (21/3/2021).
Baca Juga:
Puluhan Rumah Warga di Pulogebang Digusur PN Jaktim
Menurutnya,
penggusuran paksa disertai kekerasan merupakan lagu lama.
"Kita bukan orang begolah. Model
kaya gini sering terjadi, pakai preman warga diintimidasi berbagai cara,
diserang gitu ya. Kalau kasus ini tingkat tinggi ada kriminalisasi, pihak
kepolisian pakai kriminalisasi ini karena BUMN ya Pertamina," terang
Nelson.
Padahal, menurut
Nelson, landasan warga tinggal di tanah tersebut adalah menyewa. Hal itu
bisa dikatakan sebagai iktikad baik dari warga.
Baca Juga:
Kabar Terkini, Gusur Kampung Tembesi Tower, Ribuan Aparat Gabungan di Turunkan
Salah satu warga yang mendapat surat
panggilan dari kepolisian yakni Siswanto.
Ia mendapat surat itu dari kepolisian
resor Jakarta Selatan tertanggal 18 Maret 2021. Tepat sehari setelah ada
kerusuhan di jalan Buntu Pancoran.
Dalam surat tersebut, ia didakwa
dengan dugaan tindak pidana penghasutan berdasarkan Pasal 160
KUHP.
"Saya dapat berita dari salah
satu teman di Polsek bahwa saya akan dijadikan nanti salah satu penghasut
provokator, karena dia dengar sendiri, dia tuh ngomong, 'itu yang namanya Siswanto sama Uztad Chandra tangkep aja Pak,'"
kata Siswanto.
Sehubungan dengan surat itu, Siswanto
diminta untuk mengklarifikasi kejadian pada hari Rabu (24/3/2021), pukul 15.00 WIB, di Polres
Metro Jakarta Selatan.
"Saya juga mempertanyakan kenapa
kok kita yang bertahan yang dipanggil, yang nyerang jelas-jelas ada orangnya, oknumnya ada kenapa ngga mereka yang sebagai
penyerang dan kenapa harus saya?" tambah Siswanto.
Selain Siswanto, salah satu warga yang
bersolidaritas untuk Pacoran, Leon Alvinda, juga
dilaporkan agar memenuhi panggilan Polres Metro Jakarta Selatan.
Namun,
pemanggilan itu tak disertai dengan surat panggilan secara langsung.
"Jadi pada malam setelah pecah
kerusuhan itu, sekitar jam 2 kan ada Kapolres (Jakarta Selatan) datang ke
lokasi. Di situ beliau melalui perwakilan warga menyampaikan ingin bertemu
dengan saya," jelasnya, saat dihubungi wartawan, Minggu (21/3/2021).
Leon melanjutkan, narasi yang
dikemukakan oleh pihak kepolisian seolah-olah memantau media dan menganggap bahwa
ia melakukan provokasi.
"Dengan narasi yang dibawa itu
terkait dengan adanya provokasi bahwa saya menuduh polisi melakukan intimidasi
dan lain sebagainnya," terangnya.
Padahal,
sebagaimana bukti yang disampaikan dalam konferensi pers, Leon menuding oknum-oknum
Brimob melakukan intimidasi terhadap warga.
Selain itu, ia juga membantah kabar
yang berembus bahwa warga membayar mahasiswa dan mengajak orang-orang untuk berdemo.
"Maka saya di sini mewakili Forum
Pancoran Bersatu dan lainnya menyatakan bahwa tuduhan itu tuduhan yang sangat
tidak berdasar dan salah besar. Kami jelas melihat ada ketidakadilan dalam
proses penggusuran paksa ini dan juga konflik kelas," tutur Nelson.
Wartawan sudah menghubungi Kapolres Jakarta
Selatan, Kombes Aziz Andriansyah, dengan mengirim pesan via WhatsApp dan menelponya.
Namun, hingga
kini, yang bersangkutan belum memberi tanggapan.
Sebelumnya, kerusuhan
di Gang Buntu II Kelurahan Pancoran pecah pada Rabu (17/3/2021) malam.
Konflik sengketa lahan antara PT
Pertamina dan warga sendiri sudah mencuat sejak tahun lalu.
Kedua pihak sudah melakukan mediasi
yang difasilitasi oleh Wali Kota
Jakarta Selatan dan menempuh jalur hukum di pengadilan.
Namun, menurut
kesaksian warga, intimidasi dan upaya penggusuran paksa masih dilakukan dan
memanas akhir-akhir ini. [qnt]