WahanaNews.co | Polisi
menetapkan komisaris dan direktur PT ASA sebagai tersangka penimbun
azithromycin di Jakarta Barat. Keduanya akan diperiksa sebagai tersangka pekan
depan.
Baca Juga:
Ancam Kesehatan, BPOM Amankan Obat Ilegal Bernilai Rp 8,1 Miliar di Jawa Barat
"Untuk penjadwalan pemanggilan dan pemeriksaan
tersangka akan dilaksanakan Selasa (3/8)," kata Wakapolres Metro Jakarta
Barat AKBP Bismo Teguh kepada wartawan, Jumat (30/7/2021).
Kedua bos perusahaan itu diumumkan sebagai tersangka hari
ini. Polisi sebelumnya telah memeriksa 23 saksi sebelum penetapan tersangka.
"Kita periksa terhadap saksi sejumlah 18 orang.
Kemudian ahli ada 5 dari BPOM, Kemenkes, perlindungan konsumen, perdagangan,
dan ahli pidana," terang Teguh.
Baca Juga:
BPOM Tingkatkan Asistensi untuk Percepat Penyediaan Obat Berkualitas
Dari pemeriksaan puluhan saksi itu dua tersangka itu
dianggap paling bertanggung jawab dalam proses penimbunan "obat COVID" itu.
Keduanya dianggap orang yang berperan dalam memerintahkan terjadinya penimbunan
tersebut.
"Jadi kita lakukan pemeriksaan mulai dari titik
distribusi pengiriman ujung sampai akhir kita periksa, sehingga bermuara pada
direktur dan komisaris sebagai pelaku utama. Karena bawah-bawah itu bergerak
atas perintah mereka," ungkap Teguh.
Tersangka Tak Ditahan
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, polisi belum
melakukan penahanan kepada keduanya. Kanit Reskrim Krimsus Polres Metro Jakarta
Barat AKP Fahmi Fiandri mengatakan penahanan menjadi keputusan subjektif
penyidik.
Meski belum ditahan polisi memastikan proses hukum kepada
kedua tersangka berlangsung adil. Sejauh ini polisi menilai kedua tersangka itu
bersikap kooperatif.
"(Enggak ditahan), karena sampai saat ini
pemeriksaannya berjalan kooperatif, menaati proses hukum," ujar Fahmi.
Kasus ini bermula dari gudang PT ASA digerebek polisi pada
Senin (12/7). PT ASA, yang merupakan distributor obat-obatan, diduga menimbun
Azithromycin 500 mg.
Polisi menduga PT ASA sengaja menimbun obat agar bisa
menjual Azithromycin dengan harga yang lebih tinggi dari harga eceran tertinggi
(HET). Kepada polisi kedua tersangka mengaku motif keuntungan bisnis menjadi
alasan melakukan penimbunan obat azithromycin tersebut.
Kedua tersangka dijerat pasal berlapis. Keduanya dijerat
mulai dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dengan ancaman 5 tahun penjara. [dhn]