WahanaNews.co, Jakarta - Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR, menyuarakan keraguan atas landasan logika keputusan polisi terkait kasus peternak bernama Muhyani.
Dia menyayangkan fakta bahwa Muhyani dijadikan tersangka setelah melawan pencuri bernama Waldi di Serang, Banten.
Baca Juga:
Polres Subulussalam Gelar Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2024
Sahroni menjelaskan bahwa jika seseorang hanya bersikap pasrah saat menghadapi pencuri, ada kemungkinan besar bahwa orang tersebut dapat menghadapi risiko kehilangan nyawa.
"Membela diri ditangkap, pasrah dibunuh penjahat. Masa iya begitu logikanya?" ujar Sahroni dalam keterangannya, Jumat (15/12/2023), melansir Kompas.com.
Sahroni menilai, aparat penegak hukum tidak bisa hanya melihat suatu peristiwa berdasarkan tindakan akhir saja.
Baca Juga:
Irjen Pol Karyoto Mutasi 11 Kapolsek di Jakarta
Sahroni mendesak kepada polisi agar Muhyani dibebaskan sepenuhnya dan dipulihkan nama baiknya. Dia menyebut Muhyani bukanlah kriminal.
“Situasinya terancam, tidak boleh dihukum. Karena dari kronologi yang ada, jelas pencuri itu mengeluarkan golok. Dalam hukum pidana kita, pada kasus-kasus tertentu melakukan pembelaan diri karena terancam itu tidak dipidana,” tuturnya.
Sahroni mengungkapkan keprihatinannya agar kasus di mana seseorang ditangkap karena membela diri dari kawanan begal tidak terulang lagi di masa depan.
Menurutnya, aparat harus mampu menganalisis suatu kejadian secara menyeluruh dengan mempertimbangkan kronologi dan bukti yang ada.
"Kita harus memastikan agar kasus serupa yang terjadi bertahun-tahun silam tidak terjadi lagi. Ketika seorang pemuda mempertahankan diri dari ancaman kawanan begal dan malah dijerat hukum, kita harus berhati-hati. Jika situasi seperti ini terulang, masyarakat mungkin akan merasa tidak memiliki pilihan selain pasrah ketika menghadapi ancaman langsung," ujar Sahroni.
Sementara itu, Sahroni menegaskan perlunya aparat kepolisian menggunakan logika dan hati nurani ketika menilai suatu kasus.
Dengan pendekatan ini, ia berharap kasus-kasus semacam itu dapat diatasi dengan adil tanpa menimbulkan kontroversi atau kebingungan di tengah masyarakat.
“Kasus-kasus seperti ini seharusnya bisa diselesaikan di bawah, tidak perlu tunggu menjadi sorotan nasional. Aparat penegak hukum yang harus lebih peka dalam melihat suatu case,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kapolresta Serang Kota Kombes Pol Sofwan Hermanto angkat bicara soal penetapan tersangka terhadap Muhyani (58), seorang peternak di Serang, Banten.
Diketahui Muhyani ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan yang mengakibatkan Waldi, seseorang pencuri ternak, tewas.
Sofwan menjelaskan, sebelum menetapkan Muhyani menjadi tersangka, penyidik telah memeriksa delapan saksi, termasuk ahli pidana.
Sebelumnya, Kapolresta Serang Kota Kombes Pol Sofwan Hermanto akhirnya angkat bicara soal penetapan tersangka terhadap Muhyani (58), seorang peternak di Serang, Banten.
Diketahui Muhyani ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan yang mengakibatkan Waldi, seseorang pencuri ternak, tewas.
Sofwan menjelaskan, sebelum menetapkan Muhyani menjadi tersangka, penyidik telah memeriksa delapan saksi, termasuk ahli pidana.
Berdasarkan keterangan ahli pidana, perbuatan Muhyani menusuk pencuri kambing, dinilai bukan sebagai upaya membela diri atau terancam keselamatannya.
"Menurut ahli pidana bahwa kondisi terdesak, kondisi overmacht ini bisa dikategorikan untuk membela diri. Dalam arti bisa dipertimbangkan kondisinya," kata Sofwan kepada wartawan di Mapolresta Serang Kota, Rabu (13/12/2023).
"Sedangkan yang dilakukan oleh saudara M bukan kondisi yang terdesak dan overmacht," sambung Sofwan.
Menurut Sofwan, Muhyani saat kejadian punya kesempatan melarikan diri dan meminta pertolongan orang lain saat Waldi mengeluarkan golok.
Hal inilah yang membuat penyidik menetapkan Muhyani sebagai tersangka penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal dunia sesuai pasal 351 ayat 3 KUHPidana.
Muhyani tidak ditahan selama proses penyidikan karena kooperatif.
"Yang bersangkutan ada itikad baik, dalam arti setiap Senin dan Kamis hadir di kepolisian untuk wajib lapor dan dibuktikan dengan adanya tandatangan kehadiran," ujar Sofwan.
Alumnus Akpol 1999 ini menambahkan, penyidik telah menangani perkara ini sudah sesuai aturan yang mengacu pada KUHAP, Peraturan Kapolri atau Perkap, dan tiga asas hukum yakni asas kemanfaatan, keadilan, dan kepastian.
"Proses yang kita tempuh secara prosedural dari mulai tahapan penyelidikan, penyidikan, hingga kami limpahkan ke kejaksaan untuk dituntut. Nanti hakim lah yang memutuskan," kata dia.
Saat ini, penahanan Muhyani yang sempat ditahan di Rutan Kelas IIB Serang, ditangguhkan.
Namun, proses hukum terus berjalan. Jaksa saat ini masih menyusun berkas dakwaan.
Sementara itu, dalam pandangan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, seseorang yang terlibat dalam tindak pidana sebagai bentuk pembelaan diri tidak seharusnya dikenai hukuman.
"Dalam konteks hukum, seseorang yang terlibat dalam tindak pidana karena membela diri, artinya dalam keadaan terpaksa, dan terdapat elemen pemaafan, seharusnya tidak boleh dihukum," kata Mahfud, melansir Kompas, Jumat (15/12/2023).
Mahfud menjelaskan bahwa terdapat dua situasi di mana tindakan pidana tidak boleh dikenai hukuman.
Pertama, dalam kondisi pembelaan diri. Kedua, dalam kondisi terpaksa.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini pun menuturkan, dirinya juga pernah membantu membebaskan seorang korban pencurian bernama Mohamad Irfan Bahri yang membunuh pencurinya.
Usai peristiwa melawan begal bercelurit di jembatan Summarecon, Kota Bekasi pada 2018 silam, Irfan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polisi.
“Dia dikeroyok dua orang yang mengambil sepeda motornya. Lalu dia melawan, satu orang dibunuh sama dia, satunya lari. Tiba-tiba, Irfan sore itu juga ditetapkan sebagai tersangka,” papar Mahfud.
Mendengar kejadian itu, Mahfud melaporkan peristiwa tersebut kepada Presiden Joko Widodo. Setelah menjelaskan dari sisi hukum, Kepala Negara lantas sepakat membebaskan Irfan.
“Saya lapor ke presiden, ‘Pak ini enggak benar, menurut Undang-Undang, orang yang begini tidak bisa dihukum’, malah kemudian ketika itu mendapat perhatian Istana,” ungkap Menko Polhukam.
“Besoknya si Irfan dinyatakan bebas dan diberikan piagam penghargaan oleh Polri karena telah membantu penegakan keamanan di tengah masyarakat,” ucapnya.
Mengomentari kasus tersebut, Mahfud menyimpulkan bahwa tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh peternak terhadap pencuri seharusnya tidak dapat dikenakan hukuman pidana.
Namun demikian, Mahfud menekankan pentingnya agar pihak kepolisian tetap melakukan penyelidikan untuk memastikan apakah penganiayaan yang berujung pada kematian tersebut benar-benar terjadi dalam kondisi terpaksa.
"Secara prinsip, membunuh seseorang yang mencuri ternak seharusnya tidak menghasilkan pidana. Tetapi, keputusan tersebut harus didasarkan pada bukti yang menunjukkan apakah benar-benar terjadi dalam keadaan terpaksa," ujar Mahfud.
“Tapi kalau orang membela diri, melindungi hartanya, melindungi jiwanya itu tidak boleh dihukum kita lihat seperti apa kasus ini terjadi,” imbuhnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]