“Pesatnya kemajuan dan lambatnya adaptasi hukum membuat celah bagi pelaku, termasuk korporasi untuk menyalahgunakan sistem,” ujar Kuntadi.
Ia menguraikan ada tiga aspek utama yang harus diperkuat dalam proses modernisasi hukum, yakni regulasi yang adaptif, doktrin hukum yang tepat, serta aparat penegak hukum yang kompeten.
Baca Juga:
Kasus Korupsi 109 Ton Emas, Kejagung Buka Peluang Jerat Tersangka Korporasi
Tanpa sinergi ketiganya, penegakan hukum terhadap korporasi sulit mencapai keadilan.
Kuntadi juga menyoroti pendekatan baru dalam pemulihan kerugian negara sebagaimana diatur dalam KUHP.
Regulasi tersebut mendorong pemulihan kerugian secara lebih luas, tidak hanya terbatas pada keuntungan yang diperoleh pelaku, tetapi juga kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana.
Baca Juga:
Teken MoU Bersama Kementerian BUMN dan BPKP, PLN Lanjutkan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
“Konsep ini akan relevan dalam perkara korporasi karena kerugian yang ditimbulkan umumnya sistemik dan meluas,” terangnya.
Selain itu, ia menekankan perlunya inovasi dalam hukum acara pidana, termasuk melalui penerapan deferred prosecution agreement (DPA) dan restorative justice.
Dua instrumen ini dinilai dapat mempercepat penyelesaian perkara ekonomi, mengembalikan hak-hak korban, serta tetap memberikan efek jera bagi korporasi.