WahanaNews.co, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengidentifikasi adanya transaksi keuangan dari luar negeri yang ditujukan kepada 21 bendahara partai politik selama dua tahun terakhir.
Namun, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, enggan memberikan rincian mengenai partai-partai yang bersangkutan.
Baca Juga:
Sahroni Desak Polisi Usut Temuan PPATK Dugaan Aktivitas Keuangan Ilegal Ivan Sugianto
Ivan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bendahara tidak hanya mencakup bendahara umum tetapi juga bendahara partai di berbagai daerah.
Hasil temuan menunjukkan peningkatan jumlah transaksi dari luar negeri dari 8.270 pada tahun 2022 menjadi 9.164 pada tahun 2023.
"Jadi, mereka termasuk di antara yang kami ketahui menerima dana dari luar negeri," ungkap Ivan dalam konferensi persnya di kantor PPATK pada Rabu (10/1).
Baca Juga:
Skandal Pengusaha Surabaya Terbongkar, PPATK Sita Rekening Ivan Sugianto Usai Intimidasi Siswa SMA
Selain peningkatan jumlah transaksi, nilai transaksi juga melonjak tinggi, dengan peningkatan lebih dari Rp 100 miliar. "Pada tahun 2022, penerimaan dana hanya sebesar Rp 83 miliar, kemudian meningkat pada tahun 2023 menjadi Rp 195 miliar," tambahnya.
Tak hanya menemukan adanya transaksi fantastis bendahara parpol, PPATK juga mengendus penerimaan dana dari luar negeri kepada caleg yang tercatat dalam Daftar Calon Tetap (DCT).
Besaran angkanya fantastis, yaknimencapai Rp 7 triliun.
Dalam paparan, PPATK mengambil sampel 100 orang yang paling besar.
“Jadi kami menerima laporan IFTI [International Fund Transfer Instruction Report] jadi terhadap 100 orang DCT [Daftar Caleg Terdaftar] yang tadi datanya sudah kita dapatkan, ada penerimaan senilai Rp 7.740.011.302.238,” ungkap Ivan.
“Jadi orang ini menerima uang dari luar negeri sebesar itu,” lanjutnya.
Selain itu, PPATK juga mendapatkan laporan mengenai transaksi pembelian barang yang diduga terkait dengan kampanye dan sejenisnya.
"Iterasi mengungkapkan bahwa ada 100 Dewan Catatan Transaksi (DCT) yang terlibat dalam transaksi pembelian barang senilai Rp 592.548.7.... (lima ratus sembilan puluh dua miliar sekian)," tambahnya.
Temuan ini akan dihubungkan dan dibahas lebih lanjut dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melalui tim yang mereka sebut sebagai Collaborative Analysis Team (CAT).
Apabila dianggap perlu, temuan tersebut juga akan dilaporkan oleh PPATK kepada aparat penegak hukum yang berkompeten sesuai dengan dugaan tindak pidana yang mungkin terjadi.
"Mengenai Pemilihan Umum 2024, PPATK tetap berpegang pada pendekatan yang bersifat objektif. Fokus utamanya adalah bagaimana menjaga agar Pemilu ini tidak disusupi oleh pelaku kejahatan, dalam bentuk apa pun, karena hal itu melibatkan tindak pencucian uang," ujar Ivan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]