WAHANANEWS.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Ditjen Badilum) Mahkamah Agung menyelenggarakan Pertemuan Rutin dan Sarasehan Interaktif (Perisai) Badilum episode-12 pada Selasa (2/12/2025) di command center kantor Ditjen Badilum Jalan Jenderal Ahmad Yani Kav. 58 - By Pass Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.
Dengan tema tinjauan pembaharuan KUHAP : “das sollen peran pengadilan dalam sistem peradilan pidana” Perisai menghadirkan Yang Mulia Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung, Prim Haryadi dan Wakil Menteri Hukum, Prof. Edward Omar Sharif Hiariej sebagai narasumber.
Baca Juga:
Sidang Orang Ring Satu Istana Negara di PN Kota Depok: Ini Dakwaannya
Dalam pemaparannya, Prof Eddy-sapaan Prof. Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan tentang beberapa pengaturan baru yang ada pada KUHAP baru diantaranya, adanya 9 upaya paksa berikut pemeriksaan praperadilan atas upaya paksa tersebut, kewenangan aparatur penegak hukum yang diatur lebih detail serta beberapa hal baru tentang upaya hukum.
“KUHAP baru ini memang tidak sempurna, tetapi setidaknya lebih baik dari KUHAP lama (UU nomor 8 tahun 1981),” ujar Prof. Eddy.
Usai pemaparan Prof Eddy, dibukalah diskusi. Dalam sesi tersebut salah satu peserta diskusi bertanya tentang kewajiban Penuntut Umum menyertakan memori banding saat pengajuan banding sedangkan hal tersebut tidak diwajibkan bagi Terdakwa yang diatur dalam KUHAP baru.
Baca Juga:
Menafsirkan Makna Tidak Mampu: Dasar Penunjukkan Penasihat Hukum bagi Terdakwa
Atas pertanyaan tersebut, Prof Eddy menjelaskan bahwa pada dasarnya beban pembuktian pada perkara pidana terletak pada Penuntut Umum sehingga apabila ia tidak puas dengan putusan tingkat pertama dan akan mengajukan banding, ia wajib menyertakan argumentasinya melalui memori banding untuk memperkuat upaya pembuktiannya pada perkara yang akan diperiksa di tingkat banding.
Sedangkan bagi terdakwa upaya mengurangi atau bahkan meniadakan tuntutan adalah hak sehingga ia boleh mengajukan memori banding boleh juga tidak.
“KUHAP baru mencoba menegaskan kembali beban pembuktian atas suatu perkara pidana ada pada Penuntut Umum, ” imbuh Prof Eddy.
[Redaktur: Alpredo Gultom]