WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, mengusulkan agar hukuman bagi koruptor diperberat, salah satunya dengan tidak menyediakan makanan di penjara.
Namun, Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) meminta agar pimpinan KPK sebaiknya lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan yang masih menjadi perdebatan di ruang publik.
Baca Juga:
Ketua DPRD Barito Utara Tekankan Sinergi Eksekutif-Legislatif Demi Pemerintahan Transparan
"Sebaiknya pimpinan KPK menahan diri dari menyampaikan pernyataan-pernyataan yang sifatnya masih menjadi perdebatan di ranah publik," ujar peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, kepada wartawan, Rabu (19/3/2025).
Zaenur menekankan bahwa rekomendasi terkait kebijakan hukum sebaiknya terlebih dahulu dibahas secara internal sebelum disampaikan ke pemerintah, DPR, atau masyarakat.
"Pimpinan KPK dapat menyampaikan rekomendasi jika sudah melalui penelitian internal dan pembahasan di level pimpinan. Setelah itu, rekomendasi bisa diberikan kepada pemangku kebijakan seperti presiden, DPR, atau langsung kepada masyarakat," jelasnya.
Baca Juga:
SYL Diduga Pakai Uang Korupsi untuk Bayar Pengacara
Lebih lanjut, Zaenur menyatakan bahwa pimpinan KPK memang berhak menyampaikan pendapatnya ke publik, tetapi harus lebih selektif agar tidak menimbulkan kontroversi yang tidak perlu.
"Silakan berpendapat, tapi sebagai pimpinan KPK, harus lebih selektif dalam menyampaikannya," tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menggagas pembangunan penjara khusus koruptor di pulau terpencil. Johanis Tanak menyatakan dukungannya terhadap usulan tersebut.
"Saya sependapat jika Presiden membangun penjara di pulau terpencil dan terluar, seperti di sekitar Pulau Buru, untuk menampung pelaku tindak pidana korupsi," ujar Tanak, Selasa (18/3/2025).
Tak hanya itu, Tanak menilai bahwa penempatan di pulau terpencil saja tidak cukup. Ia mengusulkan agar koruptor tidak diberi makan oleh pemerintah, melainkan dipaksa untuk bertani dan bercocok tanam guna memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
"Pemerintah tidak perlu menyediakan makanan bagi mereka. Cukup sediakan alat pertanian agar mereka berkebun atau bercocok tanam di ladang dan sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup dari hasil keringat sendiri," pungkasnya.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]