WahanaNews.co, Jakarta - Saksi Ahli, Prof B. F Sihombing dihadirkan dalam sidang lanjutan gugatan perkara No. 523/G/2023/PTUN di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (29/02/2024). Ia menyoroti dugaan cacat administrasi oleh Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara atas Sertifikat Hak Pakai No. 767/Sungai Bambu atas nama Polri.
75 warga Jalan Gorontalo RT 05 dan RT 14 RW 01 Kelurahan Sungai Bambu, Kecamatan Tanjung Priok meminta Sertifikat Hak Pakai No. 767/Sungai Bambu atas nama Polri yang terbit di lahan yang mereka tinggali sejak tahun 1960 dibatalkan.
Baca Juga:
Dugaan Sengketa Lahan, Pemilik Sah Minta Eksekusi Segera Dilakukan
“Disini duduk soalnya itu, ada warga 75 KK (kepala keluarga) yang menguasai tanah tersebut ada yang empat puluh tahun, lima puluh tahun, enam puluh tahun. Nah, warga itu melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara agar sertifikat tersebut dibatalkan karena mereka tidak memiliki hubungan hukum dengan Polisi,” ujar B. F Sihombing.
“Jadi saya katakan yang lebih berhak atas tanah tersebut jika tidak ada hubung hukum antara Polisi dengan masyarakat adalah masyarakat. Karena masyarakat itu sudah menduduki tanah tersebut kurang lebih empat puluh tahun, lima puluh tahun, enam puluh tahun. Jadi kalau ada hubungan hukum mereka disitu bisa jadi sertifikat itu tetap ada. Tetapi kalau tidak ada hubungan hukumnya, itu cacat administrasi atau cacat prosedur,” sambungnya.
Dosen tetap Univeristas Pancasila itu memaparkan sertifikat boleh diterbitkan apabila memenuhi 2 syarat data dalam pendaftaran tanah yaitu data fisik dan yuridis. Data fisik adalah data keterangan mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah sedangkan data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah,pemegang hak,serta beban lain yang membebaninya.
Baca Juga:
Sengketa Lahan Trunen dengan Pemkab PPU, Kuasa Hukum Bakal Konfirmasi ke Mendagri
“Data Yuridis itu adalah hubungan hukum tentang kepemilikan tanah, yang dibuktikan dengan misalnya akta jual beli, surat warisan, hibah dan pembebasan tanah. Data fisik itu adalah surat keterangan dari Lurah ada KTP, KK, PBB nya dan Izin Usaha atau Bangunan,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya bahwa sejak 2019, para warga telah mengajukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), namun permohonan mereka tidak diproses. Sebaliknya, terbitlah Sertifikat Hak Pakai No. 767/Sungai Bambu atas nama Polri pada tanggal 15 Desember 2021.
Ket foto: Persidangan Setempat (PS) yang dihadiri Hakim Ketua Arifuddin di lokasi sengketa di Jl. Gorontalo RT 05 dan RT 14 RW 01 Kel. Sungai Bambu, Kec. Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Jumat (23/2/2024). [WahanaNews.co/Andri]
Kuasa hukum warga, Renny F Winata, menegaskan bahwa gugatan ini menyoroti proses penerbitan sertifikat atas nama Polri yang diduga terbit tidak berdasarkan dasar hukum yang jelas, juga proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) warga yang tidak ada tindak lanjutnya oleh kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara.
“Tadi pada sidang setempat itu memperlihatkan batas batas yang di ukur oleh petugas PTSL pada thn 2019, Dari ujung batas RT 014 sampai RT 005.
Saat ditanyakan oleh hakim batas batas2 nya mana saja. Dan ditengah2 hunian warga RT 14 yang sudah ada yg bersertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama Irwan Syarifuhdin tahun 2009,” ujar Renny.
“Artinya PTSL tahun 2019 itu kita lakukan dengan cara2 yang baik sesuai dengan peraturan perundang- undangan yg berlaku dan asas asas Umum pemerintahan yang baik. Tetapi, kenapa pada tahun 2021 pihak Polri mengajukan sertifikat? dan keluar pada tanggal 15 Desember 2021,” sambung Renny.
Padahal pengajuan PTSL ini dilakukan setelah Warga menerima Sosialisasi dari kantor Pertanahan Jakut melalui para Ketua RT dan RW di Kantor Kelurahan Sungai Bambu agar warga yang tanahnya belum terfloting dapat segera mendaftarkan dengan petunjuk dan mengisi Formulir oleh kantor Pertanahan Jakut sambung Renny.
Dia menyoroti ketidak wajaran dalam proses penerbitan sertifikat atas nama Polri, mengungkapkan bahwa pihak Kantor Pertanahan Jakut mengklaim dasar penerbitan sertifikat atas nama Polri adalah karena lahan tersebut dulunya adalah asrama. Padahal, hal tersebut dibantah oleh Renny.
“Pada tahun 1955 atau tahun 60-anlah, pihak PT Pelindo menugaskan Polisi Perintis untuk menjaga keamanan di lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok, dibangunlah Rumah-rumah sederhana disini untuk polisi polisi yang bertugas di pelabuhan, jadi bukan Polri yang membangun, tetapi tanah tsb adalah
Tanah Pelindo (Pelabuhan Indonesia),” kata Renny.
Ia mengatakan pihak Polri mengajukan tiga alat bukti di dalam persidangan tetapi tidak ada Warkah, sementara pihaknya menyampaikan ratusan alat bukti.
Renny juga menjelaskan pihaknya melaporkan dugaan mal administrasi yang dilakukan oleh Kantor pertanahan kota administrasi Jakut dalam proses PTSL kepada Ombusman RI Perwakilan Jakarta Raya, Komnas HAM hingga kementerian ATR.
Hingga pada akhirnya Ombudsman RI mengirimkan surat penutupan laporan pada tgl 17 September 2023 menjelaskan bahwa tanah yang terletak di Jl. Gorontalo Kelurahan Sungai Bambu telah terbit Sertifikat Hak Pakai No. 767/Sungai Bambu atas nama Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Diketahui bahwa 75 warga sebagai penggugat telah membayar Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kurang lebih sejak 44 tahun silam. Selain itu, ada beberapa warga yang memiliki Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda) sejak tahun 1979.
Mereka juga memberikan bukti surat berupa rekaptulasi pembayaran PBB yang menunjukkan bhw pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) lunas hingga tahun 2023.
Ia juga mengklaim 75 warga sebagai penggugat telah membangun fasilitas unum dan fasilitas sosial seperti tempat Ibadah dibangun sepenuhnya dengan biaya swadaya dari warga dan masyarakat.
Hingga berita ini ditayangkan WahanaNews.co belum mendapatkan keterangan resmi dari pihak Polri.
[Redaktur: Amanda Zubehor]