WAHANANEWS.CO, Jakarta - Riak politik kembali mencuat di tengah masa awal pemerintahan Prabowo-Gibran.
Forum Purnawirawan Prajurit TNI melayangkan surat resmi ke DPR dan MPR RI, meminta pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Baca Juga:
DPR-MPR Tanggapi Surat Usulan Pemakzulan Gibran dari Purnawirawan TNI
Desakan tersebut langsung menarik perhatian karena salah satu tokohnya pernah aktif sebagai relawan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar saat Pilpres 2024.
Sosok tersebut adalah Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, yang sebelumnya tergabung dalam Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri untuk Perubahan dan Persatuan (FKP3).
Dalam Pilpres lalu, forum ini secara terbuka menyatakan dukungan untuk pasangan AMIN, rival utama Prabowo-Gibran.
Baca Juga:
Tanam Pohon di IKN, Gibran Tegaskan Komitmen pada Alam dan Budaya
Fachrul Razi kini menjadi bagian dari jajaran purnawirawan TNI yang meminta Gibran dimakzulkan.
Ia menandatangani surat resmi bersama para tokoh militer lainnya seperti Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan. Surat tersebut dikirim pada Senin, 2 Juni 2025.
“Iya itu kita sudah kirimkan surat ke DPR, MPR. Itu surat sudah disetujui sama Pak Try, kemudian sudah dikirim tanggal 2 kemarin, hari Senin ke DPR MPR dan DPD RI,” ujar Sekretaris Forum, Bimo Satrio, kepada wartawan, Selasa (3/6).
Menurut Bimo, pihaknya sebenarnya memiliki delapan poin tuntutan, namun fokus utama saat ini adalah pemakzulan Gibran.
“Sebenarnya kan kalau dari purnawirawan ada 8 poin, cuma di kita ini yang untuk dimajukan ke DPR RI yang kemarin ini kita untuk pemakzulan Gibran dulu. Jadi poin yang nomor 8 dulu,” ucapnya.
Isi poin kedelapan yang menjadi inti surat itu berbunyi:
"Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman."
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, mengatakan pihaknya belum menerima surat tersebut secara resmi melalui jalur persuratan internal.
“Kalau yang melalui persuratan Setjen kami belum pernah terima surat semacam itu. Saya cek ya,” ujar Indra saat dimintai konfirmasi.
Permintaan pemakzulan ini menuai sorotan luas, bukan hanya karena substansinya, tetapi juga karena latar belakang para inisiatornya.
Banyak pihak kini mempertanyakan, apakah langkah ini murni konstitusional atau justru berbalut agenda politik Pilpres yang belum sepenuhnya usai.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]