WAHANANEWS.CO, Jakarta - Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) mengecam keras insiden keributan yang terjadi di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (6/2/2025) lalu.
Insiden tersebut melibatkan pengacara Razman Arif Nasution dan Hotman Paris Hutapea. Dalam sidang itu, Razman duduk sebagai terdakwa dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Hotman.
Baca Juga:
Pakar Komunikasi Politik Minta Perbaikan Penyelenggara Pilkada HST Setelah Vonis Politik Uang
Dalam video yang diunggah akun Instagram @hotmanparisofficial, Razman terlihat menghampiri Hotman setelah majelis hakim keluar ruangan.
Ia kemudian menepuk pundak Hotman yang tengah duduk di kursi saksi, memicu ketegangan di dalam sidang. Situasi semakin memanas hingga keduanya harus dilerai. Hotman pun akhirnya digiring keluar ruang sidang.
“Dia mendekati saya, menepuk pundak saya! Ini persidangan, bukan tempat buat cari sensasi!” ujar Hotman Paris dalam unggahannya di media sosial.
Baca Juga:
Bebaskan WN China Usai Keruk 774 Kg Emas RI, KY Persilahkan Publik Laporkan Hakim
Tak hanya itu, dalam rekaman lain yang viral, seorang pengacara dari pihak Razman bahkan naik ke atas meja, membuat suasana semakin ricuh.
Juru bicara SHI, Catur Alfath Satriya, menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap martabat dan kewibawaan pengadilan, atau yang dikenal sebagai Contempt of Court.
“Ini bukan hanya soal perseteruan dua pengacara, ini adalah penghinaan terhadap lembaga peradilan! Apa pun alasannya, pengacara harus menjaga etika di ruang sidang,” tegas Catur dalam pernyataan resminya pada Sabtu, 8 Februari 2025.
Menurutnya, Pasal 217 dan 218 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah jelas mengamanatkan bahwa setiap pihak dalam persidangan wajib menghormati pengadilan.
“Jika ada yang melanggar, ada konsekuensi hukumnya! Ini bukan sekadar urusan etika, tetapi juga bisa dikenai sanksi pidana,” tambahnya.
Sebagai respons, SHI mendorong Komisi Yudisial untuk segera mengambil tindakan guna menjaga kehormatan dan martabat hakim.
“Kami tidak ingin kejadian seperti ini dibiarkan. Jika tidak ada tindakan tegas, maka akan ada preseden buruk bagi dunia hukum kita,” ujar Catur.
SHI juga meminta Mahkamah Agung melaporkan pihak-pihak yang merendahkan kewibawaan pengadilan kepada aparat penegak hukum.
“Kami ingin kejelasan, apa langkah konkret Mahkamah Agung dalam menangani kasus ini?” katanya.
Sebagai bentuk protes, SHI mengajak seluruh hakim di Indonesia untuk mengenakan pita hitam pada 10–14 Februari 2025.
“Ini simbol perlawanan terhadap tindakan yang merusak kehormatan pengadilan. Hakim harus bersatu menolak pelecehan terhadap pengadilan,” ujar Catur.
Selain itu, SHI juga mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Contempt of Court agar ada dasar hukum yang lebih tegas dalam menindak penghinaan terhadap pengadilan.
Mahkamah Agung sendiri akhirnya buka suara terkait insiden ini.
“Kami masih menunggu laporan lengkap dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta sebelum mengambil langkah lebih lanjut,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Sobandi, pada Sabtu (8/2/2025).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]