WahanaNews.co, Jakarta - Rektor, dosen, dan mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) menuntut agar peserta Pilpres 2024 yang menjabat di pemerintahan segera mengundurkan diri dari jabatannya.
Tuntutan itu termuat dalam salah satu poin pernyataan sikap 'Indonesia Darurat Kenegarawanan' yang dibacakan Rektor UII, Fathul Wahid di depan Auditorium Abdul Kahar Mudzakir, kampus UII, Sleman, DIY, Kamis (01/02/24).
Baca Juga:
Kemendes PDTT Salurkan BLT-DD Rp15,23 Miliar ke 190 Desa di Kubar
"Mendorong calon presiden, calon wakil presiden, para menteri dan kepala daerah yang menjadi tim sukses, serta tim kampanye salah satu pasangan calon, untuk mengundurkan diri dari jabatannya, guna menghindari konflik kepentingan yang berpotensi merugikan bangsa dan negara," bunyi pernyataan sikap tersebut.
Selepas acara, Fathul menjelaskan bahwa pihaknya menyerukan kepada semua pejabat pemerintahan yang mempunyai akses ke sumber daya negara untuk mengundurkan diri demi menjamin netralitas di tengah penyelenggaraan Pilpres 2024.
"Itu akan menjamin netralitas dan menjamin bahwa tidak ada penyalahgunaan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis golongan tertentu," kata Fathul.
Baca Juga:
Kades di Brebes Dijebloskan ke Penjara Gegara Korupsi Dana Desa Buat Judi Online
Ia pun mengapresiasi langkah cawapres nomor urut 3, Mahfud MD yang memutuskan mundur dari jabatannya selaku Menko Polhukam guna menghindari potensi konflik kepentingan.
Dengan status Mahfud sebagai salah seorang guru besar UII, Fathul menjamin pembacaan pernyataan ini bukan sikap partisan. UII secara kelembagaan menjaga netralitasnya dan membebaskan setiap kalangan kampus menggunakan hak pilihnya saat masa pencoblosan Pilpres 2024.
"Sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu (mundurnya Mahfud), kemarin kawan-kawan UGM sudah menyatakan dan kami merasa bertanggung jawab bagaimana pesan baik itu diamplifikasi, dan kebetulan hari ini ada berita (Mahfud) tersebut," ujarnya.
Pernyataan sikap 'Indonesia Darurat Kenegarawan' ini sendiri secara garis besar menyoroti perkembangan politik nasional yang dianggap makin mempertontonkan penyalahgunaan kewenangan tanpa malu-malu, dan kekuasaan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara.
Para civitas academica UII menilai demokrasi Indonesia makin tergerus dan mengalami kemunduran. Situasi ini diperparah dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Jokowi.
"Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023," bunyi pernyataan sikap itu.
Belum lagi soal proses pengambilan keputusan tersebut yang sarat dengan intervensi politik dan dinyatakan terbukti melanggar etika, hingga menyebabkan Ketua MK, Anwar Usman diberhentikan.
Bagi mereka, gejala ini kian jelas ke permukaan saat Jokowi menyatakan presiden boleh berkampanye dan berpihak, sehingga menyatakan ketidaknetralan institusi.
"Perkembangan termutakhir, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Joko Widodo juga ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon
presiden dan calon wakil presiden tertentu," bunyi pernyataan sikap itu.
Selain itu, mereka melihat indikasi mobilisasi aparatur negara untuk kepentingan dukungan terhadap pasangan calon tertentu yang tentunya melanggar hukum sekaligus konstitusi.
"Situasi di atas menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi," kata Fathul.
[Redaktur: Sandy]