WahanaNews.co, Jakarta - Ari Dwipayana, Koordinator Staf Khusus Presiden, memberikan tanggapan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak dua perkara sengketa hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 secara keseluruhan pada Senin (22/4/2024).
Menurut Ari, keputusan tersebut menegaskan bahwa berbagai tuduhan terhadap pemerintah terkait dugaan kecurangan dalam pilpres tidak terbukti.
Baca Juga:
Ari Dwipayana: Jokowi Siap Bertemu Pimpinan KPK, Asalkan Tak Dianggap Intervensi
Di antaranya adalah tuduhan politisasi bantuan sosial (bansos), mobilisasi aparat, dan ketidaknetralan penjabat kepala daerah selama tahapan pilpres.
"Berdasarkan pertimbangan hukum dari kedua putusan MK tersebut, tuduhan-tuduhan kepada pemerintah (selama pilpres), antara lain kecurangan dan intervensi terhadap pemilu, politisasi bansos, mobilisasi aparat, dan ketidaknetralan pj kepala daerah telah dinyatakan tidak terbukti," ujar Ari melalui keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (23/4/2024).
Ari juga menegaskan bahwa tahapan Pilpres 2024 secara keseluruhan telah selesai, dan mengajak semua pihak untuk bersatu kembali dan bekerja sama demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan maju.
Baca Juga:
Peran Anwar Usman di Sengketa Pilkada 2024 Masih Dipertimbangkan MK
"Ia menyatakan bahwa pemerintah akan segera mempersiapkan dan memberikan dukungan penuh dalam proses transisi pemerintahan kepada presiden dan wakil presiden terpilih," kata Ari.
"Ari menegaskan bahwa pemerintah masih bertekad untuk menyelesaikan semua program kerja yang telah direncanakan hingga akhir masa pemerintahan pada bulan Oktober 2024 mendatang," tambahnya.
Diketahui, dalam pembacaan putusan perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dan perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024, MK menegaskan penolakan secara keseluruhan.
Kedua perkara itu masing-masing diajukan oleh calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan galon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar Prabowo-Gibran didiskualifikasi, dan digelar pemungutan suara ulang.
Anies-Muhaimin juga memasukkan petitum alternatif, yakni diskualifikasi hanya untuk Gibran.
Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023.
Dalam PKPU itu, syarat usia minimum masih menggunakan aturan lama sebelum putusan MK, yakni 40 tahun.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga telah menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar etika dan menyebabkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu.
Di samping itu, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Pranowo juga mendalilkan soal adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), juga terlanggarnya asas-asas pemilu di dalam UUD 1945 berkaitan dengan nepotisme Jokowi dan pengerahan sumber daya negara untuk bantu mendongkrak suara Prabowo-Gibran.
Sementara itu, dalam pembacaan putusannya pada Senin, MK menilai tidak ada hubungan antara penyaluran bansos terhadap perolehan suara salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024.
MK juga menolak argumen dari pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yang menuduh bansos sebagai alat kecurangan.
Selain itu, MK juga menolak beberapa argumen lain yang diajukan oleh pasangan Anies-Muhaimin maupun pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Argumen-argumen tersebut meliputi tuduhan mobilisasi aparat desa dan pendidikan, dugaan pelanggaran kampanye oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dugaan ketidaknetralan dalam pencopotan baliho saat kedatangan Presiden Joko Widodo di Bali, dan penyambutan Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana terhadap Prabowo Subianto.
MK menyatakan bahwa argumen-argumen terkait pelanggaran yang dianggap terstruktur, sistematis, dan masif tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]