WahanaNews.co, Jakarta – Calon Pimpinan KPK Fitroh menjawab pertanyaan dalam fit and propers test di Komisi III DPR, Senin (18/11).
Fitroh meyakini revisi UU KPK pada 2019 bukan penentu KPK yang dinilai melemah saat ini.
Baca Juga:
Dituding Terseret Dua Kasus Besar, Agus Djoko Pramono Ungkap Fakta Mengejutkan
Calon pimpinan KPK, berlatar belakang jaksa, Fitroh Rohcahyanto menilai tak ada pengaruh substansi dari Revisi UU KPK terhadap proses penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi.
"Sesungguhnya secara norma, saya melihat tidak ada hal yang substansi yang kemudian memengaruhi terhambatnya penanganan perkara," kata Fitroh dalam paparannya, melansir CNN Indonesia.
Menurut dia, revisi UU KPK justru ada perbaikan dalam sistem pengawasan di internal KPK. Sebelum revisi UU tersebut, lembaga pengawasan berada di internal.
Baca Juga:
Komisi III DPR RI Rampungkan Uji Capim KPK, Siap Masuki Tahap Akhir
Namun, sejak revisi UU KPK, lembaga pengawasan berada terpisah lewat Dewan Pengawas (Dewas). Oleh karena itu, Fitroh menilai tidak ada perubahan signifikan dalam revisi UU KPK.
"Jadi, ada pengaruh tapi saya melihat tidak signifikan. Yang terpenting adalah bagaimana kemudian pimpinan dan seluruh anggota insan kpk menjaga integritasnya," katanya.
Meski begitu, Fitroh menyadari ada perubahan pada budaya egaliter di KPK semenjak UU direvisi. Fitroh merupakan mantan Direktur Penuntutan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia bertugas di KPK selama lebih dari 11 tahun sebelum kembali ke Kejaksaan Agung pada 2023 lalu.
"Saya harus katakan, meskipun bukan menjadi faktor penentu kemudian melemahnya KPK, tapi memang ada rasa yang kemudian budaya yang tadi sempat disinggung egaliter segala macem itu memang berpengaruh," katanya.
Setyo sorot lift pimpinan KPK hingga OTT
Sementara itu, capim KPK dari Polri, Komjen Pol Setyo Budiyanto mengungkap keinginannya untuk menghilangkan lift khusus pimpinan lembaga antirasuah yang selama ini diberlakukan.
"Di KPK itu ada lift VIP yang menjadi jalur pimpinan. Kalau perlu ini akan dirubah. Jadi ya itu berlaku umum saja, jadi ndak perlu lagi ada lift VIP, yang itu hanya jalur untuk pimpinan saja," kata Setyo dalam paparannya.
Setyo mengungkap bahwa lift khusus pimpinan KPK selama ini digunakan sebagai jalur khusus para pimpinan KPK, baik saat tiba maupun selepas kerja. Lift itu bisa digunakan dari basement hingga lantai 15 gedung KPK.
Sayangnya, kata Setyo, lift khusus itu justru membuat komunikasi antara pimpinan dan pegawai tak berjalan cair. Dia ingin jika dirinya terpilih lift tersebut dihilangkan, sehingga ada kekhususan.
"Jadi selama ini pimpinan itu turun di basement kemudian masuk di lift VIP sampai di lantai 15 dan tidak pernah ketemu dengan pegawai tidak pernah berinteraksi dengan pegawai kemudian pulang juga seperti itu," kata dia.
"Dengan mungkin melalui lift biasa, menurut saya komunikasi interaksi dengan pegawai akan lebih bagus," imbuh Setyo.
Di sisi lain, Setyo mengungkap alasannya ingin operasi tangkap tangan (OTT) dilanjutkan jika terpilih sebagai pimpinan antirasuah lima tahun ke depan.
Setyo menjelaskan keuntungan dilakukan OTT, salah satunya untuk mencegah potensi upaya penghilangan barang bukti. Sebab di luar OTT, calon tersangka biasanya akan dipanggil terlebih dahulu, dan dalam proses itulah bukti bisa dihilangkan.
"Kalau itu dilakukan pemanggilan, pasti bukan OTT. Tapi kalau itu, pasti berubah. Khawatirnya kalau itu dilakukan pasti menghilangkan barang bukti dan lain-lain. Itu pasti akan berubah," kata Setyo.
Berbeda dengan proses pemanggilan biasa, melalui OTT, kata Setyo, KPK biasanya akan mendapat barang bukti tambahan. Menurut dia, OTT akan biasanya menjadi pintu gerbang pada kasus yang lebih besar.
"Biasanya dengan melakukan OTT itu, itu banyak sekali pintu gerbang yang kami dapatkan. Atau kami istilahkan buku gendeng. Bahkan sebar lebar lah yang kami dapatkan," katanya.
Meski begitu, Irjen Kementerian Pertanian itu tak ingin agar OTT disalahgunakan. Menurut dia, OTT harus dilakukan dengan tidak mengabaikan hukum acara pidana.
"Pasti tetap sesuai dengan aturan, dan tidak melakukan hal-hal yang di luar kendali. Tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sesuai dengan aturan atau hukum acara pidana yang ditentukan," katanya.
Fit and proper test terhadap capim dan calon dewas KPK akan digelar secara maraton oleh Komisi III DPR hingga empat hari ke depan, Kamis 21 November mendatang. Total ada 20 nama yang akan menjalani prores tersebut, masing-masing 10 capim dan 10 cadewas KPK.
Komisi III DPR nantinya akan menetapkan masing-masing lima di antara keduanya. Mereka akan dipilih dan dilantik untuk menggantikan masa jabatan KPK yang akan habis pada Desember mendatang.
[Redaktur: Alpredo Gultom]