WahanaNews.co | Agus Saripul Hidayat, Anggota Tim Khusus (Timsus) Polri mengungkap salah satu peran yang dilakukan oleh mantan Wakaden B Biropaminal Divisi Propam Polri, Arif Rachman dalam perintangan penyidikan atau obstruction of justice dalam kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal tersebut yang menjadi salah satu pelanggaran etik yang dilakukan oleh Arif Rachman.
Baca Juga:
Permohonan Provisi Penundaan Penyidikan Korupsi Dirut Taspen Kosasih Ditolak MK
Pernyataan tersebut diungkap oleh Agus Saripul saat memberikan kesaksian dihadapan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat 2 Desember 2022.
"Yang ditandatangani hasil pemeriksaan Timsus kami, terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh AKBP Arif Rachman," ujar Agus di PN Jakarta Selatan.
Ia menjelaskan, pelanggaran yang pertama dilakukan oleh Arif Rachman adalah terkait dengan campur tangan Arif Rachman yang kala itu menjabat sebagai Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri turut mengikuti proses autopsi jenazah Brigadir J di RS Polri Kramat Jati, usai penembakan Jumat 8 Juli 2022.
Baca Juga:
Kasus Pembunuhan Gadis Penjual Gorengan, Polisi Tetapkan Tersangka Baru
"Bentuk perbuatan yang disampaikan, kepada pimpinan yang diteruskan kepada Divpropam antara lain, mengikuti proses autopsi bersama dengan AKBP Susanto, dan (pelanggaran kedua) memasuki kamar autopsi," kata Agus.
Selanjutnya, pelanggaran ketiga yang dilanggar Arif saat itu yakni, tindakan campur tangan dalam proses penyelidikan di Polres Metro Jakarta Selatan.
Dengan memerintahkan agar BAP hanya mengganti judul dari hasil pemeriksaan di Biro Paminal.
"Kemudian memerintahkan penyidik Polres Metro Jakarta selatan yang menangani perkara agar dalam pembuatan BAP tiga saksi (Bharada E, Kuat Maruf, dan Bripka RR) yang dimaksud hanya mengganti judul dari Biro Paminal yang telah dibuat," kata Agus.
Lantas, Ketua Majelis Hakim, Ahmad Suhel meminta kepada Agus untuk merunutkan bagaimana perintah yang dilakukan oleh Arif terkait judul Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Coba jelaskan yang terakhir pelanggaran?" tanya majelis hakim.
"Memerintahkan penyidik Metro Jakarta Selatan agar dalam membuat BAP ketiga saksi yang dimaksud dengan agar mengganti judul dari Biro Paminal menjadi Reskrim Jakarta Selatan," jelas Agus.
Kesimpulan pelanggaran atas perintah mengganti judul BAP yang dilakukan Arif, kata Agus, didapat dari hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada Penyidik Polres Metro Jakarta Selatan dan ketiga saksi, Bharada E, Kuat Maruf, dan Bripka RR.
"Sehingga dilaporkan ke atasan untuk tindak lanjuti pelanggaran kode etik ke Divpropam," tutur Agus.
Agus juga menjelaskan jika seharusnya tugas dari Arif selaku jabatannya dalam Biro Paminal sesuai Perkap dan Perkadiv.
Terkait penyelidikan itu tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 tahun 2019 dan Perkadiv Propam Nomor 1 tahun 2015 tentang Standar Operasional Prosedur Penyelidikan Pengamanan Internal di Lingkungan Polri.
"Kembali pada tupoksinya propam bahwa nomenklatur bahwa paminal itu kegiatan Pengaman Internal. Pengamanan internal sebagaimana kegiatan mengamankan orang dokumen agar tidak sampai keluar, yang dapat membahayakan institusi. “Artinya terhadap pelanggaran tindak pidana, bukan domain Paminal?" tanya Penasihat Hukum Arif. "Betul," kata Agus.
Sebagai informasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total tujuh terdakwa yakni Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rahman, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto atas perkara dugaan tindakan obstruction of justice atas kematian Brigadir J.
Tujuh terdakwa dalam kasus ini dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka disebut jaksa terlibat menuruti perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri untuk menghapus CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) lokasi Brigadir J tewas.
"Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya," demikian dakwaan JPU. Atas tindakan itu, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP. [tum]