WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di tengah pengusutan megaskandal korupsi timah dan importasi gula, kejutan besar datang dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Ternyata, serangan digital untuk mengganggu jalannya penyidikan bukan sekadar spekulasi.
Skenario itu benar-benar terjadi, dan kini aktor utamanya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga:
Pembuktian Sulit, Mahfud Akui Kesulitan Tindak Buzzer
Ketua Cyber Army, M. Adhiya Muzakki (MAM), resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus perintangan penyidikan alias obstruction of justice terkait penanganan perkara korupsi besar tersebut.
Penetapan ini dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang dianggap cukup.
"Penyidik telah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan satu tersangka, yakni MAM, selaku Ketua Cyber Army," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bundar pada Rabu malam (7/5/2025).
Baca Juga:
Bamsoet: Humas Kementerian Jangan Kalah Gesit oleh Buzzer
Menurut Qohar, MAM tidak beraksi sendirian. Ia disebut bekerja sama dengan sejumlah tokoh lain, yakni Tian Bahtiar (TB), Direktur Pemberitaan JakTV yang kini nonaktif; pengacara Marcella Santoso (MS); serta Junaidi Saibih (JS).
Keempatnya diduga kuat bersekongkol untuk menghalangi jalannya penyidikan yang sedang dilakukan oleh Kejagung.
"Tujuan mereka adalah untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan proses hukum secara langsung maupun tidak langsung dalam penanganan perkara tersebut," tegas Qohar.
Sebagai pimpinan kelompok digital yang diberi nama Cyber Army, MAM memiliki struktur tim yang sangat sistematis.
Ia disebut membawahi sekitar 150 anggota buzzer, yang kemudian dibagi ke dalam lima kelompok bernama Mustofa I hingga Mustofa V.
Masing-masing tim ditugaskan untuk membanjiri ruang digital dengan komentar negatif terkait upaya hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung.
Menurut penyidik, pembentukan tim Cyber Army ini dilakukan atas permintaan langsung dari Marcella Santoso.
“MAM atas permintaan MS bersepakat membentuk tim Cyber Army dan membaginya ke dalam lima unit, dengan misi mengarahkan opini publik lewat serangan digital,” ungkap Qohar.
Para buzzer yang tergabung dalam tim itu dikabarkan menerima bayaran sekitar Rp1,5 juta per orang untuk tugas mereka.
Tugas tersebut antara lain adalah merespons berita-berita yang menyudutkan pihak-pihak tertentu dalam kasus korupsi, sekaligus membuat narasi tandingan yang menyerang institusi penegak hukum.
Sementara itu, Muzakki selaku koordinator utama disebut menerima total bayaran hampir Rp1 miliar dari Marcella.
“Jumlah total yang diterima oleh MAM dari MS adalah Rp864.500.000,” jelas Qohar.
Uang tersebut dikirim dalam dua tahap. Pertama, Rp697.500.000 diserahkan melalui Indah Kusumawati, staf keuangan dari kantor hukum AALF.
Kedua, sisanya sebesar Rp167.000.000 diberikan lewat Rizki, seorang kurir dari kantor hukum yang sama.
Penetapan tersangka terhadap MAM memperluas daftar tokoh yang dijerat dalam kasus dugaan perintangan penyidikan.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan Tian Bahtiar, Marcella Santoso, dan Junaidi Saibih sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Ketiganya disebut terlibat dalam pemufakatan jahat untuk menciptakan narasi digital dan berita-berita rekayasa yang bertujuan menyudutkan institusi kejaksaan yang tengah mengusut kasus korupsi kelas kakap, yaitu proyek timah dan importasi gula.
Skema disinformasi ini dinilai sebagai bentuk serangan sistematis terhadap proses penegakan hukum di Indonesia.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]