Nurlis menjelaskan, aktivitas jurnalistik yang dimaksud dalam Undang-Undang Pers adalah kegiatan wartawan yang mencari informasi untuk dipublikasikan.
"Informasi itu berupa data dan fakta, baik itu berupa teks dan foto (atau penggabungan keduanya untuk media cetak), audio dan audio visual (untuk media elektronik), serta penggabungan seluruhnya dalam media siber, juga infografis untuk media cetak, televisi, dan media siber," katanya.
Baca Juga:
Ketum PWI Pusat Hendry Ch Bangun: Pers Harus Berwawasan Kebangsaan dan Menjaga Integritas di Era Post-Truth
Nurlis menegaskan, seluruh informasi yang diperoleh wartawan harus berupa data dan fakta yang akurat dan dapat diamati serta dapat diverifikasi.
"Prinsip tersebut sangat ketat, dan mirip dengan karya ilmiah dalam dunia akademik. Jadi karya jurnalistik itu pun sebetulnya adalah karya ilmiah dalam versi sederhana sebab dikerjakan dengan begitu cepatnya,” kata Nurlis menambahkan.
Alurnya secara sederhana. Bahan tulisan yang diperoleh wartawan dikirim ke redaksi untuk diuji kebenarannya serta tak melanggar kode etik jurnalistik oleh para editor melalui tahapan editing, baru kemudian dipublikasi.
Baca Juga:
Bahaya Doxing: Ancaman terhadap Keselamatan Jurnalis dan Kualitas Informasi Publik
Nurlis yang menyelesaikan program doktoralnya dengan disertasi mengenai Konstruksi Hukum Pers dan Etika Jurnalistik di Era Digital ini menyebutkan, karya jurnalistik itu bukan rangkaian kata-kata yang serampangan yang tanpa arah.
"Karya jurnalistik menggunakan bahasa yang ringan, namun tetap taat pada kaedah-kaedah bahasa Indonesia yang benar. Bobotnya terletak pada data dan fakta yang disajikan serta didukung dengan narasumber yang tepat dan kuat. Lebih penting lagi adalah karya jurnalistik terlahir dari prinsip jujur, akurat, benar, dan adil," katanya.
Penjelasan Nurlis menunjukkan bahwa Undang-Undang Pers tidak melindungi narasumber informasinya. Kesimpulannya, konten dalam akun Youtube Channel Bang Edy Mulyadi tidak dapat diukur dengan Hukum Pers.