WahanaNews.co | Kapolri Jenderal Listyo Sigit
Prabowo mengeluarkan surat edaran terkait penerapan UU Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE).
Ada 11
poin dalam surat tersebut, salah satunya mengatur bahwa penyidik tidak perlu
melakukan penahanan terhadap tersangka yang telah mminta maaf.
Baca Juga:
Revisi UU ITE Jilid II Resmi Berlaku, Jokowi Teken pada 2 Januari 2024
Surat
Edaran Nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan
Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif itu diteken Kapolri
pada 19 Februari 2021.
Melalui
surat itu, Kapolri meminta seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan
penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat dalam
penerapan UU ITE.
Karena
itu, Sigit meminta jajarannya mengedepankan edukasi dan langkah persuasif dalam
penanganan perkara UU ITE.
Baca Juga:
DPR Ketok Palu Revisi UU ITE, Simak Poin Perubahannya
"Dalam
rangka penegakan hukum yang berkeadilan dimaksud, Polri senantiasa
mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga menghindari adanya dugaan
kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital
Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif," tulis Kapolri
dalam SE tersebut.
Ada pun
11 poin yang harus menjadi pedoman anggota Polri dalam menangani perkara UU ITE
yaitu sebagai berikut. Penyidik Polri pun diminta memedomani hal-hal sebagai
berikut:
a. Mengikuti perkembangan
pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam
persoalannya.
b. Memahami budaya beretika yang
terjadi di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalahan dan
dampak yang terjadi di masyarakat.
c. Mengedepankan upaya preemtif dan
preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk
memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari
potensi tindak pidana siber.
d. Dalam menerima laporan dari
masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan,
hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya
menentukan langkah yang akan diambil. Baca juga: Kapolri Terbitkan
Telegram Pedoman Penanganan Perkara UU ITE.
e. Sejak penerimaan laporan, agar
penyidik berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan
memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang
bersengketa untuk melaksanakan mediasi.
f. Melakukan kajian dan gelar
perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan
Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan
secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada.
g. Penyidik berprinsip bahwa hukum
pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan
mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
h. Terhadap para pihak dan/atau
korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik
untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi
memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme.
i. Korban yang tetap ingin
perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta
maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan
ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali.
j. Penyidik agar berkoordinasi
dengan JPU dalam pelaksanaanya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan
mediasi pada tingkat penuntutan.
k. Agar dilakukan pengawasan secara
berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan
reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan. [dhn]