WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2022–2027 kembali jadi sorotan tajam, dengan desakan agar seluruh jajaran pimpinannya mengundurkan diri demi menjaga kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.
Pakar kepemiluan dan dosen Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menegaskan bahwa mundur adalah pilihan paling terhormat bagi ketua dan anggota KPU RI saat ini.
Baca Juga:
KPU Cabut Aturan Kontroversial soal Dokumen Capres-Cawapres Usai Dihujani Kritik
“Mestinya kalau mereka sadar diri maka mundur adalah pilihan yang paling terhormat bagi segala ekses kerugian negara yang sudah terjadi. Tapi ya tampaknya agak sulit untuk mengharapkan itu,” ujar Titi dalam konferensi pers daring, Minggu (21/9/2025).
Konferensi pers itu merupakan pernyataan sikap dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu kepemiluan, menuntut penataan ulang kelembagaan KPU.
KPU sebagai lembaga negara memiliki mandat independen untuk menyelenggarakan pemilu, tanpa intervensi pemerintah maupun partai politik.
Baca Juga:
Polemik Privasi Capres, DPR Nilai KPU Langgar Hak Publik atas Informasi
Namun, menurut Titi, amanat undang-undang justru tercederai karena banyak kebijakan KPU yang menyimpangi konstitusi.
Ia menegaskan, Pasal 21 UU Nomor 7 Tahun 2017 mengharuskan anggota KPU berintegritas, jujur, dan adil, tetapi praktik di lapangan jauh dari harapan.
Ada tiga persoalan utama yang disorot. Pertama adalah problem kebijakan, seperti penataan dapil yang diabaikan meski sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi, serta aturan pencalonan mantan terpidana dalam PKPU Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 yang dianggap melanggar konstitusi.
KPU juga dinilai lalai dalam aturan keterwakilan perempuan, periodisasi jabatan kepala daerah, hingga pernah muncul penghapusan syarat larangan nikah siri dalam sidang DKPP.
“Jadi berbagai pelanggaran kebijakan tadi membuat KPU kita yang sekarang adalah KPU yang paling banyak merugikan keuangan negara,” tegas Titi.
Dampak kebijakan bermasalah itu sudah nyata, misalnya pemungutan suara ulang akibat pencalonan perempuan yang dilanggar, serta PSU di tiga pilkada karena salah tafsir periodisasi jabatan.
Persoalan kedua adalah perilaku penyelenggara, mulai dari lemahnya perlindungan perempuan hingga gaya hidup hedonis sejumlah komisioner yang dianggap mencoreng integritas.
Sementara masalah ketiga adalah tata kelola pemilu, terutama pemungutan suara luar negeri yang amburadul hingga memaksa KPU mencetak dan mendistribusikan ulang surat suara.
Susunan Komisioner KPU RI periode 2022–2027 sendiri terdiri dari: Mochammad Afifuddin sebagai Ketua, Iffa Rosita sebagai pengganti Hasyim Asy’ari yang diberhentikan karena pelanggaran etik, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]