WahanaNews.co, Jakarta - Jimly Asshiddiqie, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), mengomentari situasi politik saat ini yang menurutnya telah melampaui batas akal sehat karena pengaruh neoliberalisme.
Ia mengemukakan pandangan ini dalam sidang perdana MKMK yang bertujuan untuk memberikan klarifikasi terhadap para pelapor yang menduga adanya pelanggaran kode etik oleh hakim konstitusi dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
"Sekarang ini akal sehat itu sudah dikalahkan oleh akal bulus dan akal fulus. Akal fulus itu untuk kekayaan, uang. Akal bulus itu untuk jabatan. Akal sehat sekarang lagi terancam oleh dua iblis kekuasaan kekayaan," ujar Jimly, melansir Kompas, Jumat (27/10/2023).
"Maka MKMK ini harus kita manfaatkan untuk menghidupkan akal sehat itu. Itu yang menuntun ke arah kemajuan peradaban bangsa," tuturnya.
Jimly menyebut, semua orang tidak lagi "sharing, caring, dan giving" kepada negara. Tidak ada lagi orang yang mau membagi, peduli, dan memberi kepada negara.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
"Kebanyakan orang itu taking (mengambil), asking, requesting (meminta), dan bilang perlu robbing (merampok). Ini gara-gara neoliberalisme," ucap pendiri MK itu.
"Ini urusan tetek-bengek jabatan. Nanti sudah dapat jabatan pakai pula untuk jabatan lebih tinggi lagi. Itu perebutan kekayaan juga sama. Dapat kekayaan dia pakai untuk mencari kekayaan banyak lagi," ujar Jimly.
Ia menyindir MK yang dianggapnya dalam titik nadir sepanjang hayat lembaga tersebut. Jimly bahkan menyebut kasus yang akan diusutnya ini sebagai sejarah yang belum pernah terjadi di dunia.
"Ini perlu diketahui, ini perkara belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia di seluruh dunia: semua hakim dilaporkan melanggar kode etik. Baru kali ini," ucap Jimly.
Jimly menurutkan, dirinya semula tak bersedia didapuk sebagai anggota MKMK, lantaran khawatir terlibat konflik kepentingan, sehubungan dengan jabatannya selaku senator perwakilan DKI Jakarta di DPD RI.
Namun, ia mengaku diyakinkan bahwa konflik kepentingan itu tidak akan terjadi, karena Jimly tidak mencalonkan diri lagi pada 2024, sehingga tidak mungkin menjadi pihak yang beperkara dalam perselisihan hasil pemilu yang kelak diadili MK.
"Apalagi saya jug punya beban sejarah, belum pernah MK terpuruk image-nya kayak sekarang. Saya sebagai pendiri tidak tega. Maka saya bersedia ini," kata Jimly.
Jimly juga memastikan bahwa sidang pemeriksaan ini akan digelar dengan cepat guna memastikan respons yang tepat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam perkara krusial ini.
Sebab, KPU RI dijadwalkan menetapkan capres-cawapres yang bertanding pada Pilpres 2024 pada 13 November 2023. Sementara itu, MKMK dibatasi waktu 30 hari untuk bekerja.
"Ini isu yang berat, isu serius, dan sangat terkait dengan jadwal waktu pendaftaran capres dan jadwal waktu verifikasi oleh KPU dan penetapan final dari pasangan capres. Sedangkan di materi laporan ada yang menuntut supaya putusan MK dibatalkan," kata Jimly.
Sebelumnya diberitakan, Ketua MK Anwar Usman resmi melantik Jimly (perwakilan tokoh masyarakat), mantan anggota Dewan Etik MK Bintan Saragih (perwakilan akademisi), dan hakim konstitusi aktif Wahiduddin Adams sebagai anggota MKMK, Selasa (24/10/2023).
Pelantikan ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pembentukan dan Susunan Anggota MKMK.
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Mahkamah Konstitusi (MK) menggagas aturan sendiri yang memungkinkan seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden atau calon wakil presiden meskipun tidak memenuhi syarat usia minimum 40 tahun.
Keputusan ini membuka peluang bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi dan keponakan Anwar, untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Presiden 2024 meskipun saat itu berusia 36 tahun, dengan latar belakang sebagai Wali Kota Solo yang baru dilantik selama 3 tahun.
Gibran kemudian secara aklamasi disetujui oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai calon wakil presiden yang akan mendampingi Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah resmi mendaftarkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) pada Rabu (25/10/2023).
Anwar membantah adanya konflik kepentingan dalam putusan ini, meskipun pendapat berbeda (dissenting opinion) dari hakim konstitusi yang tidak setuju dengan putusan nomor 90 itu mengungkapkan peran Anwar dalam mengubah pendirian MK dengan cepat.
Sampai saat ini, MK telah menerima 14 aduan resmi terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang terkait dengan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, termasuk melaporkan Ketua MK Anwar Usman sebagai paman Gibran, permintaan agar Anwar mengundurkan diri, pelaporan terhadap seluruh hakim konstitusi, pelaporan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan tuntutan untuk segera membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]