WahanaNews.co | Pada pidato penutupan Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) di hadapan para kader, Ketua Umum PKN, Anas Urbaningrum, secara implisit mengomentari mantan senior di Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Sabtu (15/7/2023).
Awalnya, Anas memberikan pesan kepada para kader PKN agar menghindari perilaku kekerasan jika mereka terpilih menjadi pemimpin dan tidak menyalahgunakan kekuasaan yang diberikan kepada mereka.
Baca Juga:
Ketum PKN Anas Urbaningrum Singgah di Siborongborong dalam Lawatan Rakerda ke Medan
"Tidak boleh memanfaatkan dan menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang mereka untuk merugikan pihak lain, menindas pihak lain, mengeliminasi pihak lain, atau mempersekusi pihak lain," ujar Anas di Hotel Sahid Jaya pada Sabtu malam, mengutip Kompas.com, Minggu (16/7/2023).
"Tujuan dari kekuasaan bukanlah itu, melainkan untuk menggerakkan energi demi kebaikan," tambahnya.
Selanjutnya, Anas menunjuk beberapa tokoh penting dalam partainya, seperti Gede Pasek Suardika dan Sri Mulyono, sebagai calon pemimpin potensial di masa depan.
Baca Juga:
Anas Urbaningrum Resmi Jadi Ketua Umum PKN 2023-2028
"Jika dipercaya menjadi pemimpin, saya berharap jangan pernah pidato dari Jeddah," ungkap Anas.
"Itu misalnya. Karena itu bukan pidato tapi ekspresi kezaliman. Itu contoh, contoh," ujarnya disambut riuh sorak-sorai kader PKN.
Pidato dari Jeddah ini merujuk pada pidato SBY yang saat itu menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
Pada 4 Januari 2013, ia mengatakan, setelah kunjungan kenegaraan ia akan melakukan ibadah umrah. Doa khusus akan dipanjatkan, meminta petunjuk terkait kisruh Partai Demokrat yang menyeret nama Anas cs.
"Saya akan memohon petunjuk Allah agar saya dituntun mengambil keputusan yang baik. Menyelamatkan Partai Demokrat tentu solusi yang akan saya pilih. Nanti tentu benar-benar rasional. Semua itu bisa terlaksana setelah mendapat ridho dari Allah," ujar Yudhoyono di Jeddah, Senin (4/1/2013).
SBY menyatakan komitmennya untuk segera mengambil keputusan.
Yudhoyono juga menekankan bahwa yang dibutuhkan oleh Partai Demokrat saat ini adalah solusi dan penemuan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan dukungan partai menjadi 8 persen.
Selain itu, Presiden juga menghimbau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelesaikan kasus korupsi dengan tuntas dan secara menyeluruh.
"Apa yang dilakukan oleh sejumlah kader Demokrat itu, kalau salah ya kami terima memang salah. Kalau tidak salah maka kami juga ingin tahu kalau itu tidak salah," kata dia.
"Termasuk Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbanigrum, yang juga diperiksa dan dicitrakan publik secara luas di tanah air sebagai bersalah atau terlibat dalam korupsi," tambahnya.
Dalam pidato di Hotel Sahid Jaya, Anas melanjutkan, pemimpin harus adil dan tidak boleh "ngamukan dari belakang" setelah kompetisi perebutan kekuasaan yang keras atau bahkan kasar.
Pemimpin, menurutnya, tidak bisa menggunakan kekuasaannya untuk mengintervensi hasil kompetisi yang tak menguntungkan dirinya dan kelompoknya, tetapi harus menunggu pertarungan berikutnya digelar.
"Jangan misalnya bisik-bisik kepada aparat hukum di daerah, 'tolong dong itu', misalnya. Contoh, contoh," sebut Anas lagi-lagi diiringi tepuk tangan meriah para kader PKN.
Sebagaimana diketahui, Anas merupakan politisi yang sebelumnya tersangkut korupsi proyek Hambalang.
Keterlibatan Anas dalam kasus tersebut diungkap oleh Nazaruddin saat menjadi bendahara Partai Demokrat.
Tudingan ini membuat gerah Anas. Bahkan, Anas pernah menyatakan siap digantung di Monas apabila terbukti terlibat dalam kasus korupsi proyek Hambalang.
"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas di Kantor DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat (9/3/2012).
Kemudian ketika namanya semakin santer dikaitkan dengan kasus Hambalang, Anas mengingatkan KPK tidak perlu repot-repot mengurusi.
Ia menganggap pernyataan Nazaruddin yang pertama kali menyebut Anas terlibat dalam kasus itu sebagai ocehan dan karangan semata.
"Saya tegaskan, ya, KPK sebetulnya tidak perlu repot-repot mengurus soal Hambalang. Mengapa? Karena itu, kan, asalnya ocehan dan karangan yang tidak jelas. Ngapain repot-repot," ujarnya
Dari "nyanyian" Nazaruddin. KPK pun melakukan penyelidikan. Anas lantas ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2013. Anas baru ditahan pada Januari 2014.
Sebulan setelahnya tepatnya 23 Februari 2014, dia menyatakan mundur dari ketua umum sekaligus kader Demokrat. Vonis terhadap Anas dijatuhkan pada September 2014.
Saat itu, Majelis Halim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Anas 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Anas dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya.
Namun, vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang meminta dia dihukum 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp 94 miliar serta 5,2 juta dollar AS.
Tak terima atas vonisnya, Anas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pada Februari 2015, majelis hakim banding memutuskan memangkas hukuman Anas 1 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Namun, Anas tetap didenda Rp 300 juta. Kendati dijatuhi hukuman yang lebih ringan, Anas masih tak puas. Dia mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Pada Juni 2015, MA menyatakan menolak permohonan Anas. Majelis hakim kasasi yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar kala itu justru menjatuhkan vonis 14 tahun penjara ke Anas.
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut juga diharuskan membayar denda Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan. Selain itu, Anas diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara.
Namun, lima tahun berselang, MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Anas.
Pada September 2020, majelis hakim PK yang dipimpin Sunarto menyunat hukuman Anas 6 tahun. Dengan demikian, hukuman Anas berkurang drastis menjadi 8 tahun penjara.
Namun begitu, Anas tetap dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 57,9 miliar dan 5.261.070 dollar AS. Selain itu, majelis hakim PK tetap menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah Anas menyelesaikan pidana pokok.
Setelah menjalani masa hukuman, Anas akhirnya bebas murni pada Senin (10/7/2023). Status bebas murni Anas diumumkan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung, Jawa Barat. [eta]