WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bahwa mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, tidak dibebankan tanggung jawab untuk mengganti kerugian keuangan negara dalam kasus penyalahgunaan wewenang terkait impor gula.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa kerugian tersebut terjadi pada tahun 2016, saat Tom belum menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
Baca Juga:
Kejagung Ungkap Peran ASB dalam Kasus Korupsi Impor Gula Kementerian Perdagangan
"Kerugian ini terjadi pada tahun 2016, di mana saat itu Menteri Perdagangan bukan Pak Thomas Lembong," ujar Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Namun, ia menegaskan bahwa hal ini tidak serta-merta membebaskan Tom dari dugaan keterlibatan dalam aliran dana korupsi.
"Apakah ada aliran uang ke Pak TTL, nanti akan kita lihat bersama dalam persidangan," lanjutnya.
Baca Juga:
Terkait Pengakuan Tom Lembong, Kejagung Bantah Penetapan Tersangka Tanpa Kerugian Negara
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan Tom Lembong dan mantan Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial CS sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyalahgunaan wewenang impor gula.
Tom diduga menyalahgunakan kewenangannya sebagai Menteri Perdagangan dengan menerbitkan izin Persetujuan Impor (PI) atas alasan menjaga stok dan stabilisasi harga gula nasional, meskipun Indonesia saat itu mengalami surplus gula.
Selain itu, ia juga diduga menerbitkan izin impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) kepada pihak-pihak yang tidak memiliki kewenangan sesuai regulasi.
Dalam kasus ini, Kejagung memperkirakan kerugian negara akibat impor gula ilegal mencapai Rp578 miliar.
Terbaru, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka tambahan dari kalangan perusahaan swasta yang ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan untuk mengolah GKM menjadi GKP.
Sebagai langkah pemulihan keuangan negara, pihak kejaksaan juga telah menyita uang sebesar Rp565 miliar dari para tersangka.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]