WahanaNews.co, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, terbukti melakukan pelanggaran berat dan diberhentikan sebagai ketua, dalam kaitannya dengan keputusan mengenai syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Salah satu pelapor dari Perekat Nusantara dan TPDI, Petrus Selestinus, menyatakan rasa kecewanya terhadap keputusan MKMK tersebut.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
"Dalam hal ini, kami sebagai advokat dari Perekat Nusantara dan TPDI, yang merupakan salah satu pihak yang melaporkan, merasa sangat kecewa dengan keputusan MKMK," ujar Petrus sebagai koordinator dari Perekat Nusantara dan TPDI, dalam pernyataan tertulis yang dikeluarkan pada hari Selasa, (7/11/2023).
Petrus mengungkapkan bahwa MKMK tidak berani memberikan sanksi yang tegas berupa pemberhentian tidak hormat kepada Anwar Usman. Padahal, menurut Petrus, MKMK seharusnya melindungi martabat Mahkamah Konstitusi.
"Alasannya adalah karena MKMK telah dengan tegas menyatakan bahwa Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran serius, tetapi MKMK tidak berani menjatuhkan sanksi berupa 'pemberhentian dengan tidak hormat' sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 47 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," jelas Petrus.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Petrus menilai MKMK yang diketuai Jimly Asshiddiqie, telah gagal mengembalikan muruah dan kehormatan MK. Dia juga menyebut pelapor tidak bisa melakukan banding atas putusan MKMK.
"Dengan amar putusan seperti itu sebetulnya Jimly Asshiddiqie dan MKMK gagal mengembalikan marwah dan kehormatan serta kemerdekaan MK yang dijamin UUD 1945 dari cawe-cawe tangan kekuasaan dengan menggunakan jalur keluarga. Ibarat dokter bedah mengoperasi kanker tetapi masih menyisakan virus ganas dalam tubuh pasiennya, sehingga masih mengancam MK ke depan," ujarnya.
"Selain itu Hakim Terlapor juga dalam Peraturan MK No.1 Tahun 2023, telah menutup jalan bagi Terlapor/Pelapor untuk banding, sementara peraturan Banding yang seharusnya dibuat oleh Hakim Terlapor selaku Ketua MK selama ini diabaikan, padahal itu menjadi tugas dan kewajiban seorang Ketua MK, " imbuhnya.