WahanaNews.co, Jakarta - Harvey Moeis, tersangka dalam kasus mega-korupsi, diduga memiliki beking dari pihak yang sangat berpengaruh.
Suami dari Sandra Dewi diduga hanya sebagai pelaksana lapangan dalam kasus korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 270 triliun.
Baca Juga:
Korupsi Sumur Artesis Rp2,2 Miliar, Kejari Kota Palu Pasang Alat Pengawas Elektronik 2 Tersangka
Dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022, Kejaksaan Agung juga menetapkan Helena Lim sebagai tersangka.
Helena Lim, yang terakhir disebut sebagai tersangka, dikenal sebagai si crazy rich di Pantai Indah Kapuk (PIK).
Dia dikenal dengan julukan tersebut karena memiliki rumah mewah yang dilengkapi dengan kolam renang besar di tengah rumah.
Baca Juga:
MK Tegaskan KPK Berwenang Usut Kasus Korupsi yang Libatkan Militer
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus tersebut, termasuk beberapa mantan pejabat PT Timah.
Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), menduga bahwa semua tersangka dalam kasus PT Timah hanyalah pelaksana lapangan.
Kejaksaan Agung belum berhasil menangkap aktor intelektual di balik kasus korupsi yang menyebabkan kerugian ekologis hingga Rp 271 triliun tersebut.
Aktor intelektual tersebut diduga kuat memiliki inisial RBS, yang kabarnya telah melarikan diri ke luar negeri.
Sementara itu, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) berencana untuk mengajukan gugatan praperadilan kepada Kejaksaan Agung.
MAKI bahkan sudah melakukan somasi kepada Kejaksaan Agung.
Praperadilan itu dilayangkan lantaran penyidikan tak kunjung mengusut RBS, sosok di balik Harvey Moeis dan Helena Lim.
"MAKI pasti akan gugat Praperadilan lawan Jampidsus apabila Somasi ini tidak mendapat respon yang memadai," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, melansir Warta Kota, Senin (1/4/2024).
Rencananya, praperadilan akan didaftarkan April ini jika Kejaksaan Agung belum menetapkan RBS sebagai tersangka.
Menurut Boyamin, sosok RBS kini diduga kabur ke luar negeri.
Kejaksaan Agung sejauh ini belum memberikan tanggapan hingga berita ini ditulis.
Penerima Official Benefit
Dalam somasi terbuka yang dilayangkan MAKI, diduga RBS merupakan official benefit atau penerima manfaat yang sesungguhnya.
Dengan demikian, RBS dianggap layak dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"RBS diduga berperan yang menyuruh Harvey Moeis dan Helena Lim untuk dugaan memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus CSR."
"RBS adalah terduga official benefit dari perusahaan-perusahaan pelaku penambangan timah ilegal sehingga semestinya RBS dijerat dengan ketentuan tindak pidana pencucian uang guna merampas seluruh hartanya,"
"Guna mengembalikan kerugian negara dengan jumlah fantastis," ujar Boyamin seperti dilansir Bangkapos.
Boyamin menduga, sosok RBS kini diduga kabur ke luar negeri.
Karena itulah, penetapan RBS sebagai tersangka diperlukan agar kemudian bisa dimasukkan ke dalam daftat pencarian orang (DPO).
"RBS saat ini diduga kabur keluar negeri sehingga penetapan tersangka menjadi penting guna menerbitkan Daftar Pencarian Orang dan Red Notice Interpol guna penangkapan RBS oleh Polisi Internasional," kata Boyamin.
Dipastikan Dibekingi
Ahli hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, mengatakan penambangan liar adalah kegiatan ilegal yang kasat mata dan melibatkan banyak orang.
Menurutnya sulit diterima akal sehat, kegiatan yang melibatkan banyak orang dan kasat mata, bisa berjalan dengan aman dan berlangsung lama.
"Pertanyaanya, apakah hanya orang-orang ini saja yang kemudian leluasa bertahun-tahun melakukan kejahatan di lapangan penambangan timah dan sampai tidak ketahuan?
Saya kira tidak” kata Yenti dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Jumat (29/3/2024).
“Ini siapa yang melindungi? Pasti ada orang-orang kuat yang melindungi, siapa ini juga belum terungkap dan harus terungkap,” tuturnya.
Yenti kemudian mempertanyakan pengawasan negara terhadap praktik-praktik ilegal seperti penambangan liar ini.
Dia curiga ada kongkalikong antara penambang liar dengan pihak yang mestinya bertindak sebagai pengawas.
“Apakah memang sistem negara ini sudah tidak ada pengawasannya?
Atau pengawas-pengawas itu malah justru kongkalikong supaya orang-orang yang ketahuan curang ini?
Ataukah merek ayang ketahuan menghabisi harta negara yang harusnya masuk ke negara ini, malah dilindungi?” ujarnya.
Yenti pun heran PT Timah Tbk yang notabene merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) “kebobolan” dan menyebabkan negara rugi hingga ratusan triliun.
Menurutnya, berkaca dari kasus ini, harus dilakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan negara.
Ia juga mendorong Kejaksaan Agung untuk mencermati perusahaan-perusahaan boneka atau cangkang yang dibuat dalam kejahatan ini.
"Perusahaan cangkang ini atau perusahaan boneka ini, juga harus dilihat apakah memang ada izinnya, ataukah izinnya diada-adakan atau ada pemalsuan?
Pemalsuan itu bisa saja memang ada tapi dipalsukan, punya orang terus diakui, atau memang tidak ada kemudian dipalsukan,” kata Yenti.
“Sebetulnya, apa pun modusnya harus dibongkar oleh Kejaksaan Agung. PT yang cangkang- cangkang ini kan, ini pasti ada pemalsuan ya kan, karena masuk ke PT-PT ini.
Ternyata PT-PT itu tidak sebagai anak perusahaan atau memang PT yang dibuat seolah-olah anak perusahaannya, artinya itu PT-PT boneka," lanjutnya.
Peran Harvey Moeis
Peran Harvey Moeis Agung menyampaikan, Harvey Moeis diduga berperan sebagai pengakomodasi.
Dia mengakomodasi perpanjangan tangan PT RBT untuk kegiatan penambangan timah ilegal. Pada 2018-2019, Harvey bertindak sebagai perwakilan PT RBT untuk menghubungi Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias Riza yang merupakan Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021.
Dia beberapa kali bertemu dengan Riza dan sepakat untuk bekerja sama dalam kegiatan penambangan ilegal yang berkedok sewa-menyewa peralatan pemroses timah.
Harvey juga menghubungi sejumlah perusahaan pengolahan timah (smelter) untuk turut serta menyetorkan sejumlah keuntungan dari aktivitas penambangan timah ilegal itu dengan dalih sebagai pembayaran dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Dana tersebut dikirim melalui PT Quantum Skyline Exchange (QSE). Adapun manajer PT QSE, Helena Lim, telah ditetapkan terlebih dulu sebagai tersangka ke-15 dalam kasus tindak korupsi tersebut.
Selain Helena, Riza juga telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Kekayaan Harvey Moeis
Dikutip dari Kompas.com, Kamis (28/3/2024), sumber kekayaan Harvey Moeis berasal dari bisnis batu bara.
Sebagai pengusaha batu bara, Harvey disebut-sebut menguasai tambang batu bara di Bangka Belitung yang menjadi kampung halaman Sandra Dewi sang istri.
Salah satu bisnis Harvey adalah PT Multi Harapan Utama.
Di perusahaan batu bara tersebut, dia menjabat sebagai Presiden Komisaris.
Harvey juga disebut memiliki saham di lima perusahaan batu bara, yaitu PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Tinindo Inter Nusa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa.
Harvey dikenal memiliki kekayaan yang melimpah, mulai dari rumah mewah, mobil mewah, hingga jet pribadi. Meski begitu, ia dan istri jarang memamerkan kekayaan tersebut.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]