Jaksa penuntut umum (JPU) Subardi mengatakan, kedua terdakwa pada 2017 sepakat menjadikan PT Telkom Aditama Prima sebagai mitra dan purchase order dalam pengadaan perangkat smart transportation. Nilai pekerjaan ini adalah Rp 16,1 miliar. PT Telkom Aditama sendiri memiliki afiliasi dengan terdakwa Victor.
Pengadaan ini berupa 50 unit mobil xenia, 40 mobil Sigra, handphone dan laptop masing-masing 90 unit beserta aplikasi Cloud System App Mforce. Lalu, Telkomsigma membayar uang muka ke PT Telkom Aditama RP 8,8 miliar pada Juni 2017. Sebulan kemudian, dilakukan pelunasan 100 persen yang totalnya menjadi Rp 17,7 miliar.
Baca Juga:
Pusat Data Nasional Diserang Siber, BSSN Sebut Pelaku Minta Rp131 Miliar
"Penunjukan Pt Telkom Aditama Prima sebagai vendor merupakan kesepakatan antara terdakwa Victor dan Binsar Pardede, dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan SOP pengadaan barang dan jasa," kata Subardi di Pengadilan Tipikor Serang, Senin (11/9/2023).
Jaksa mengatakan bahwa kontrak dan penunjukan ke PT Telkom Aditama adalah hasil kesepakatan kedua terdakwa. Nilai kontrak di atas Rp 100 juta juga tidak bisa dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung.
"Terjadi penyimpangan dalam proses pengadaan untuk penunjukan mitra, tidak dapat diyakini proses serah terima pekerjaan dan terdapat penyimpangan dalam penggunaan dana yang tidak sesuai dengan kontrak," ujarnya.
Baca Juga:
Soal Kasus Vendor Pasar Jatiasih, Abdul Muin Sampaikan Hal Ini
Lalu, uang yang sudah masuk ke rekening PT Telkom Aditama oleh kedua terdakwa juga tidak digunakan sesuai kontrak. Uang digunakan untuk kepentingan kedua terdakwa memperkaya diri sendiri. Kontrak ini kemudian merugikan keuangan negara Rp 20 miliar.
"Terdakwa telah merugikan negara Cq PT Sigma Cipta Caraka dari perusahaan PT Telkom Rp 20,1 miliar," ujarnya.
Penuntut umum mengatakan bahwa uang yang masuk ke PT Telkom Aditama itu oleh terdakwa digunakan untuk DP 90 mobil ke Auto 2000 senilai RP 3,5 miliar. Padahal mestinya pembelian mobil dilakukan secara tunai.