WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dewan Pers mengadakan pertemuan resmi sebagai tindak lanjut dinamika pemberitaan dan polemik terkait pelaksanaan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers atas pemberitaan Tempo pada Senin, 24 November 2025 di kantor Dewan Pers, Jakarta.
Kementan sendiri memenuhi undangan Dewan Pers dan menunjukkan komitmen kuat untuk menjunjung tinggi UU Pers No. 40 Tahun 1999 sebagai landasan ekosistem pers yang sehat, akuntabel, dan profesional.
Baca Juga:
IWO Aceh Resmi Dilantik, Momentum Baru untuk Jurnalisme Digital
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kementan, Moch. Arief Cahyono, menegaskan bahwa pihaknya menghormati mekanisme penyelesaian sengketa pers yang telah ditetapkan oleh negara.
"Kami datang memenuhi undangan Dewan Pers sesuai jadwal agenda, sebagai wujud komitmen Kementan untuk menjunjung tinggi UU Pers dan mengikuti seluruh mekanisme yang berlaku," ujarnya, dikutip Senin, (24/11/2025)
Namun Arief menyayangkan ketidakhadiran Tempo dalam forum mediasi tersebut. Kehadiran kedua pihak sangat diperlukan untuk menyamakan pemahaman mengenai pelaksanaan PPR dan memastikan sengketa pers ditangani secara jernih serta profesional.
Baca Juga:
Kick Off Hari Pers Nasional 2026 Banten Siap Digelar
Arief menjelaskan sebenarnya akar persoalan antara Kementan dan Tempo berawal dari tidak dijalankannya PPR Dewan Pers oleh Tempo secara menyeluruh. Hal ini pula yang menjadi dasar langkah hukum Kementan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, sebelum PN Jaksel mengembalikan sengketa tersebut untuk diselesaikan kembali melalui Dewan Pers.
"Keputusan PPR menyatakan Tempo melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik. Rekomendasi itu wajib dijalankan, namun tidak dilaksanakan secara utuh," tegas Arief.
Dalam PPR Nomor 3/PPR-DP/VI/2025, Dewan Pers menyatakan Tempo melanggar Pasal 1 karena tidak akurat, serta Pasal 3 karena mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi.