WahanaNews.co | Penyidik Polda Jawa Timur (Jatim) gagal memberikan surat panggilan kepada terduga pencabulan berinisial MSAT yang merupakan anak salah satu kiai di Jombang.
Para penyidik dihadang massa yang memadati Pondok Pesantren (Ponpes) Majmaal Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang.
Baca Juga:
Jerat Pelaku Kejahatan Seksual, Komnas HAM Desak Polri Terapkan UU TPKS
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Gatot Repli Handoko mengonfirmasi hal itu. Ia mengatakan penyidik diadang saat akan menyerahkan surat panggilan untuk MSAT.
Massa yang mencegat penyidik, kata Gatot, menyebut bahwa MSAT sedang tak ada di kediamannya. Tapi di saat yang sama penyidik juga dihalangi dan dilarang memasuki area komplek pesantren.
"Jadi penyidik mau menyerahkan surat panggilan. Tapi oleh pihak keamanan ponpes tidak memperkenankan penyidik menyerahkan surat panggilan ya kami kembali," kata Gatot saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (13/1).
Baca Juga:
Menteri PPPA Tegaskan Tak Ada yang Halangi Proses Hukum Mas Bechi
Gatot mengatakan, penyidik saat itu rencananya akan menyerahkan surat panggilan ke MSAT, untuk keperluan penyerahan berkas perkara kasus pencabulan ke kejaksaan pada tahap II.
Pasalnya, seperti yang diketahui berkas perkara kasus ini telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh jaksa. Maka selanjutnya, kata Gatot, polisi harus secepatnya melimpahkan kelengkapan berkas dan tersangka.
"Panggilan itu untuk penyerahan tahap I ke kejaksaan. Karena polisi tugasnya kan sudah dinyatakan selesai atau lengkap. Jadi kami harus wajib menyerahkan tersangka kepada kejaksaan," ucapnya.
Dengan pengadangan ini, Gatot mengaku kepolisian akan kembali lebih dulu melakukan langkah persuasif, dan meminta massa pesantren untuk patuh terhadap aturan hukum yang berlaku.
"Kami mau coba mau tetap persuasif, menyampaikan kepada pihak-pihak yang ada di situ untuk patuh terhadap aturan hukum yang ada," katanya.
Jika upaya persuasif tetap dimentahkan, maka bukan tak mungkin dalam pertimbangan terakhirnya, polisi akan melakukan upaya jemput paksa terhadap MSAT.
"Ya pertimbangan terakhirnya kalau memang nggak ini [gagal], karena kami dikejar juga untuk segera menyerahkan, bisa aja kami melakukan upaya paksa itu," ujar Gatot.
Media telah berupaya mengonfirmasi pihak pesantren, Sekjen DPP Organisasi Shiddiqiyyah (Orshid) Sekjen DPP Organisasi Shiddiqiyyah (Orshid). Namun yang bersangkutan belum memberikan respons.
Sebagai informasi, MSAT merupakan warga asal Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur. Ia adalah pengurus sekaligus anak dari kiai ternama dari salah satu pesantren di wilayah tersebut.
Oktober 2019 lalu, MSAT dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG. Korban merupakan salah satu santri atau anak didik MSAT di pesantren.
Selama disidik oleh Polres Jombang, MSA diketahui tak pernah sekalipun memenuhi panggilan penyidik. Kendati demikian ia telah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2019.
Kasus ini kemudian ditarik ke Polda Jatim. Namun polisi ternyata belum bisa mengamankan MSAT. Upaya jemput paksa pun sempat dihalang-halangi jemaah pesantren setempat.
MSAT, lalu menggugat Kapolda Jawa Timur (Jatim). Ia menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tidaklah sah.
Ia pun mengajukan praperadilan dan menuntut ganti rugi senilai Rp100 juta dan meminta nama baiknya dipulihkan. Permohonan itu kemudian ditolak oleh Hakim PN Surabaya.
Berkas perkara kasus pencabulan yang dilakukan oleh MSAT, kemudian dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Jatim, pada tahap satu, Selasa (4/1) kemarin.
"Sudah, Selasa kemarin, berkas sudah dinyatakan lengkap," kata Fathur, saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (6/1). [rin]