WahanaNews.co | Riset yang dikerjakan peneliti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI) menemukan setidaknya dua celah pada praktik penahanan di
Indonesia.
Penemuan itu berdasarkan kajian
terhadap 161 kasus orang yang berhadapan dengan hukum dari seluruh Indonesia.
Baca Juga:
Kebakaran Gedung LBH Jakarta, Tak Ada Korban Jiwa
Wakil Ketua Bidang Manajemen
Pengetahuan YLBHI, Aditia Bagus Santoso, membeberkan, penggunaan kombinasi pasal dan besarnya kewenangan
penyidik dianggap sebagai dua hal yang mempermudah proses penahanan.
Sehingga, menurut Adit, sekalipun pasal yang disangkakan tidak memenuhi syarat penahanan,
polisi dapat menambahkan jerat pasal lain.
"Misalkan, penyidik
dalam penyidikannya menggunakan pasal pencurian ringan [Pasal 362],
pencurian berat, yang lain Pasal 170. Sehingga, dari tiga
pasal itu, ada satu pasal yang
diancam di atas lima tahun. Sehingga, penyidik punya dalil untuk melakukan
penahanan," papar Aditia Bagus dalam webinar, Kamis (11/2/2021).
Baca Juga:
Beredar Film Dokumenter 'Dirty Vote', TKN: Narasinya Tak Masuk Akal
Dalam proses hukum, polisi dapat
menahan tersangka berbekal alasan subjektif dan objektif.
Adapun alasan objektif bisa berupa
ancaman pidana yang lebih dari lima tahun.
Dalam riset YLBHI, ditemukan 55 pasal
yang berisi ancaman hukuman penjara di atas lima tahun dan 14 pasal dengan ancaman di bawah lima tahun.