WahanaNews.co | Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Moh.
Mahfud MD menegaskan bahwa Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE) tidak akan dicabut.
Baca Juga:
Jaga Situasi Kondusif, Menko Polhukam Ajak Media Cegah Hoaks
"Pada tanggal
15 Februari, Presiden berpidato agar dilakukan kajian ulang. Pertama harus ada
pedoman implementatif agar tidak dimain-mainkan seperti karet. Kedua, supaya
dikaji mungkin substansinya memang kurang tepat. Berdasarkan itu, maka Menko
Polhukam membentuk tim yang dipimpin oleh Deputi III Sugeng Purnomo, yang
kemudian melakukan telaah, hasilnya UU ITE tidak akan dicabut, bunuh diri kalau
kita mencabut UU ITE itu," ujar Menko Polhukam Mahfud MD di kantor Kemenko
Polhukam, Jumat (11/06/2021).
Baca Juga:
Menkopolhukam: Demo Hak Angket DPR Soal Pemilu Hanya Riak Kecil
"Kesimpulan
ini diperoleh sesudah kita melakukan FGD dengan tidak kurang dari 50 orang
akademisi, praktisi hukum, NGO, korban UU ITE, pelapor UU ITE, politisi,
jurnalis baik perorangan maupun organisasi, hasilnya tidak ada pencabutan tetapi
ada 2 produk untuk memenuhi arahan Presiden itu," sambungnya.
Untuk memenuhi
arahan Presiden itu, maka pertama, surat keputusan bersama yang akan
dikeluarkan oleh Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri, isinya pedoman
implementasi kriteria-kriteria agar sama berlakunya bagi setiap orang, kemudian
akan dilakukan revisi terbatas, sifatnya semantik dari sudut redaksional tapi
substantif.
"Misalnya
masalah kesusilaan yang disebut di dalam Pasal 27 ayat (1). Sekarang ditegaskan
pelaku yang dapat dijerat oleh Pasal 27 ayat (1) UU ITE terkait dengan
penyebaran konten kesusilaan adalah pihak yang memiliki niat menyebarluaskan
untuk diketahui oleh umum. Jadi bukan yang melakukan kesusilaan, tetapi yang
menyebarkan itu yang kena. Jadi kalau orang cuma bicara mesum, membuat
gambar-gambar melalui elektronik tetapi dia bukan penyebarnya itu tidak
apa-apa. Dia bisa dihukum tetapi bukan dengan UU ITE, ada UU nya sendiri
misalnya UU Pornografi," kata Mahfud MD.
Kedua, pencemaran
nama baik dan fitnah seperti diatur pasal 27 ayat (3) didalam usul revisi,
dibedakan norma antara penyebaran nama baik dan fitnah sesuai dengan putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 50.PU.6.2008 termasuk perubahan ancaman pidananya,
diturunkan.
Selain itu,
ada delik aduan bahwa pihak yang menyampaikan pengaduan dalam pencemaran,
fitnah, menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menggunakan sarana
ITE hanya korban yang boleh menyampaikan pengaduan.
"Jadi kalau
misalnya ada orang menghina seorang profesor yang menyangkut pribadi, yang boleh
mengadu yaitu profesor itu sendiri atau kuasa hukumya bukan orang lain yang
tidak ada kaitannya, hal tersebut diadopsi dari surat edaran Kapolri," kata
Mahfud MD.
Kemudian
pemerasan atau pengancaman, Pasal 27 ayat (4) dalam usul revisi dipertegas
normanya dengan menguraikan unsur ancaman pencemaran, ancaman akan membuka
rahasia, memaksa seseorang supaya memberikan barang seluruhnya atau sebagian
kepunyaannya itu atau kepunyaan orang lain, supaya misalnya membuat pernyataan
hutang yang dilakukan dengan menggunakan sarana eletronik, sekarang diurai agar
tidak menjadi pasal karet.
Terakhir
mengenai ujaran kebencian. Dalam UU ITE normanya hanya menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau
kelompok masyarakat berdasar SARA.
"Dalam
revisi dipertegas dengan norma bukan hanya menyebarkan masalah SARA tetapi
menghasut, mengajak, atau mempengaruhi ketika dia menyebarkan informasi itu.
Kalau cuma menyebarkan tanpa niat ini maka tidak bisa," kata Menko Polhukam. (tum)