Bila diperhatikan cermat dan seksama dari 270 juta lebih
penduduk Republik Indonesia tidak lebih dari satu persen elite kekuasaan
menguasai dan mengendalikan arah perjalanan roda pemerintahan dari waktu ke
waktu.
Baca Juga:
Mama Dada Mu Ini Dada Ku
Sekalipun kuantitas mereka sangat sedikit atau minoritas
mereka mampu menguasai, mengendalikan, memobilisasi mayoritas "rakyat nama
tanpa wujud" dengan kemampuan mereka miliki.
Baca Juga:
Perseteruan Kandidat Penghuni Sorga
Ketika para punggawa (Gaja-red) kekuasaan bertarung merebut
kekuasaan maka rakyat kecil, rakyat miskin, rakyat tak berdaya, rakyat tak
berdosa (Tojak-red) akan menjadi terjepit dan terlindas sebagaimana kearifan
budaya (culture wisdom), keatlrifan lokal (local wisdom) leluhur Batak Toba.
Para elite-elite politik pemegang akses kekuasaan telah
memanfaatkan "ketidakcerdasan" rakyat dengan berbagai framing
terminologi kata-kata seolah-olah memperjuangkan kepentingan rakyat sedang
diterpa berbagai kesulitan hidup sehingga mereka memosisikan diri "dewa
penyelamat" memberi air kehidupan di gurun pasir kering- kerontang.