WahanaNews.co | Seorang sarjana hukum tak selalu harus menggeluti bidang hukum.
Seperti yang dilakukan oleh Granita Elsara, alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Baca Juga:
Pemkab Sleman Perbaiki 13 Jembatan untuk Keamanan dan Kenyamanan Masyarakat
Granita bisa meraup omzet ratusan juta tiap bulannya dari usaha toko kelontong yang digelutinya.
Keuntungan bersih perempuan yang baru diwisuda 25 Agustus lalu ini bisa mencapai belasan juta tiap bulan.
"Omzet biasanya mencapai 380-an juta per bulannya," kata Elsa dalam rilis tertulis Humas UGM yang dilansir dari kumparan, Rabu (31/8).
Baca Juga:
Danrem 042/Gapu- Peletakan Batu Pertama Pembangunan Musholla Ar-Rachmad di Koramil 420-09/Bangko
Elsa berkisah bahwa usaha toko kelontong ini sudah dirintis sejak September 2017.
Atau, saat dirinya masih berstatus sebagai mahasiswi.
Ide membuat toko kelontong ini pun sederhana yaitu berawal dari keprihatinannya lantaran banyak toko kelontong yang menjual harga relatif mahal di daerahnya yang berada di lokasi wisata Kaliurang, Kabupaten Sleman.
"Saya tinggal di daerah Kaliurang Barat yang di situ barang-barang kebutuhan pokok maupun snack dijual mahal. Ya, karena selain berada di tempat wisata, lokasi yang jauh dari kota menjadikan biaya distribusinya juga mahal dan akhirnya terpikir membuat usaha toko kelontong untuk menstabilkan harga," ungkapnya.
Bungsu dari dua bersaudara ini tak menyangka usaha yang dijalankan bisa terus bertahan.
Padahal kala itu, dia mengaku modal finansialnya sangat terbatas.
Dia pun meminjam uang orang tua Rp 32 juta untuk memulai usaha yang berada di Hargobinangung, Pakem, Sleman.
Toko kelontong Elsa ini diberi nama Warung Bu Woro.
Nama itu merupakan nama sang ibu. Perjalanan toko kelontongnya pun bisa dibilang tidak mudah.
Bahkan dia merasa sedih karena usahanya tak berjalan sebagaimana mestinya.
"Sempat nangis karena ngerasa sudah tidak bisa memutar barang lagi, penjualan stagnan dengan omzet Rp 300-400 ribu per harinya, bingung gimana cara balikin modal ke orang tua," ujarnya.
Elsa terus berpikir mencari solusi.
Perempuan 27 tahun ini bergerak melakukan diversifikasi barang dan menambah kuantitas barang.
Pilihan kepada konsumen pun semakin beragam.
Dia merasa usahanya kian bergerak positif pada Desember 2017.
Saat itu, kunjungan wisata di Kaliurang meningkat dan berdampak pada penjualan toko kelontongnya. Penjualan pun naik tajam.
Tak berhenti sampai di situ, Elsa kemudian melihat potensi di kawasan wisata.
Dia mengajak pelaku industri wisata di sekitar Kaliurang untuk kerja sama.
Elsa memasukkan proposal ke berbagai hotel, rumah makan, dan toko penjual makanan khas setempat seperti jadah tempe dan usaha tersebut mendapatkan respons positif.
Usahanya pun melebar.
Dia kemudian menjadi pemasok kebutuhan untuk hotel, rumah makan, dan toko di sekitar tempat wisata Kaliurang.
“Kan masukin proposal jadi harus berani nambah modal. Utang sebelumnya belum kebayar tapi sudah minjam orang tua lagi sehingga total pinjaman itu 54 juta. Selesai masa liburan itu omzet naik per harinya dengan titik tertinggi 36 juta dan akhirnya Januari 2018 saya bisa melunasi semua pinjaman ke ortu," katanya.
Namun, tak selamanya usahanya mulus.
Pada Mei 2018 silam saat aktivitas Gunung Merapi meningkat, ikut mempengaruhi pasar di kawasan Kaliurang.
Elsa kemudian melakukan berbagai upaya agar usahanya bisa terus bertahan.
Dia kemudian menemukan ide mencari pasar lain hingga menyuplai barang kebutuhan masyarakat ke Pasar Pakem, Sleman.
Dari usahanya itu, kini Elsa telah bisa mempekerjakan 4 orang karyawan. Omzet harian Elsa pun di angka Rp 12 jutaan.
"Kunci berbisnis itu ya harus ada keberanian untuk ambil risiko, jangan cepat menyerah saat jatuh kalau mau bertahan dan segera cari solusi," ujarnya.
Elsa bersama dengan pemuda di Kaliurang Barat juga mengembangkan usaha penyediaan camping ground dan area piknik bernama Nawang Jagad.
Nawang Jagad sendiri berdiri 2021 lalu berlokasi di kaki Gunung Merapi yang menawarkan suasana dan alam yang masih asri serta pemandangan alam khas pegunungan. [rsy]