Kata Mbak Tutut, dalam perjalanan yang
hanya ditemani ajudan dan pengawal itu, Pak Harto sering mendapati rakyat
meminta sumbangan di tepi jalan untuk membangun masjid.
"Pak Harto mengaku merasa
terenyuh melihat rakyat terpaksa meminta sumbangan ke sana-kemari. Bahkan, tak
jarang mengadang di jalan untuk membangun masjid karena cinta mereka pada
masjid," kata Tutut.
Baca Juga:
Berbagi Saat Ramadan, Mendag: Puasa Melatih Empati dan Kesalehan Sosial
Dibebani keprihatinan itu, Pak Harto
sempat beberapa waktu merenung.
Didapatlah solusi, sekaligus dengan
melibatkan sepenuhnya partisipasi rakyat mencukupi keperluan mereka sendiri.
"Bapak menggerakkan rakyatnya yang
Muslim bersedekah. Bapak pun meminta keikhlasan para pegawai negeri itu untuk
dipotong gajinya. Sedikit setiap bulan. Ada yang dipotong Rp 50, Rp 100, Rp 500
dari besaran gaji," kata Mbak Tutut pada acara Penghargaan Masjid Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YAMP) Terbaik
2019 atau 999 Fastabiqul Khairat,
di Gedung Granadi, Jakarta, Kamis (28/11/2019) siang.
Baca Juga:
PLN UP3 Cengkareng Jamin Pasokan Listrik Aman Saat Ramadhan
Kala itu, di hadapan ratusan takmir
masjid, wakil dari 999 masjid yang dibangun YAMP, Tutut mengatakan, bila dia
selalu teringat pesan Pak Harto untuk senantiasa merawat sebuah langgar
(mushala) kecil di desa kelahiran ayahnya, Desa Kemusuk, Yogyakarta.
"Masa kecil Pak Harto, kata
Tutut, sangat terkait dengan langgar tempatnya belajar dan menemukan kedamaian
dalam Islam," kata Mbak Tutut.
Nah, ketika Ramadhan tiba entah
mengapa pikiran ini tiba-tiba melayang pada keriangan masjid di kampung yang
sederhana.