Kejadian La Nina ini terjadi saat Samudera Pasifik dan atmosfer di
atasnya berubah dari keadaan netral atau normal pada periode waktu dua bulan
atau lebih.
Perubahan di
Samudra Pasifik dan atmosfer yang ada di atasnya ini terjadi dalam siklus yang
dikenal dengan istilan ENSO atau El Nino-Souther Oscillation.
Baca Juga:
BMKG Kotim Imbau Masyarakat Waspada Cuaca Ekstrem yang Berpotensi Sebabkan Banjir
Dampak La Nina
Berdasarkan sejarahnya, La Nina terjadi di sebagian wilayah
Indonesia, khususnya di bagian tengah dan timur wilayah Indonesia. Di
wilayah-wilayah ini terjadi peningkatan curah hujan yang tidak biasa.
Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya bencana hidrometeorologis
seperti banjir dan longsor.
Selain itu,
La Nina juga dapat merusak tanaman, termasuk sawah dan tanaman-tanaman semusim
yang terkena dampak hujan berkepanjangan dan banjir.
Baca Juga:
La Niña di Indonesia Sejak 2024, BMKG: Cuaca Berangsur Normal di Pertengahan 2025
Karena pada kurun waktu itu, kapasitas sungai dan debit air di sejumlah wilayah berlebihan
sehingga menimbulkan bencana di wilayahnya.
Terakhir kali Indonesia mengalami fenomena La Nina pada tahun
2018. Kala itu terjadi La Nina skala lemah. Meskipun demikian, dampaknya terasa
pada gagal panen. Hal ini membuat harga beras menjadi tinggi.
Mengutip pemberitaan sebelumnya, Kepala Humas BMKG,
Hary Tiro Djatmiko, mengatakan waktu itu, fenomena La Nina terjadi pada bulan
Februari sampai Mei 2018.