Di Kayah dan negara bagian
Shan, di mana pejuang sipil bergabung dengan kelompok bersenjata etnis lokal
melakukan pertempuran 10 hari pada akhir Mei, yang mereka klaim telah membunuh
120 pasukan junta, di mana militer menembak mati para relawan bantuan
kemanusiaan yang mengantarkan bantuan makanan dan juga menembak pengungsi yang
kembali ke daerah mereka untuk mengambil beras dan kebutuhan lainnya.
Pada 24 Mei, pasukan junta
menembakkan artileri ke sebuah gereja Katolik di mana 300 orang mengungsi,
menewaskan empat orang.
Baca Juga:
Bertahan di Rakhine, Etnis Rohingya Seolah Hidup Tanpa Harapan
Pada 9 Juni, ahli PBB
memperingatkan kematian massal akibat kelaparan, penyakit, dan paparan lainnya
di Negara Bagian Kayah setelah militer memutus akses makanan, air, dan
obat-obatan untuk lebih dari 100.000 warga sipil yang mengungsi.
Daerah Mindat juga menghadapi
darurat kemanusiaan setelah Tatmadaw
merespons pertahanan sipil dengan menyerang kawasan penduduk pada pertengahan
Mei dan memblokir persediaan makanan dan air untuk para pengungsi.
Tatmadaw
juga dituding menangkap warga sipil dan memanfaatkan mereka sebagai perisai
manusia untuk menghadapi para pejuang perlawanan sipil ini.
Baca Juga:
Aung San Suu Kyi Divonis 6 Tahun Penjara
Salai Vakok mengatakan,
serangan tersebut telah memperkuat tekadnya untuk terus berjuang, tapi saat ini
dia masih dalam masa pemulihan setelah terluka akibat tembakan artileri bulan
lalu.
"Ketika saya sembuh, saya
telah membuat keputusan bulan untuk tetap berjuang apapun yang terjadi sampai
rezim kalah," ujarnya kepada Al Jazeera.