WahanaNews.co | Tak seorang pun manusia yang tahu kapan malaikat maut
datang mencabut nyawa. Juga di tengah dahsyatnya kecamuk perang.
Biasanya, prajurit
yang gugur itu berpangkat tamtama, bintara, hingga perwira Menengah.
Baca Juga:
Trump Klaim Perundingan Rusia-Ukraina Makin Dekat
Akan tetapi, faktanya, ada juga perwira tinggi berpangkat jenderal
yang justru tewas mengenaskan.
Salah satu nama jenderal yang tewas
dalam pertempuran dan diketahui secara luas oleh masyarakat Indonesia adalah
Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby.
Komandan Brigade 49 Divisi India
Angkatan Darat Kerajaan Inggris ini meregang nyawa akibat luka tembak yang
dideritanya dalam pertempuran di Surabaya, 30
Oktober 1945.
Baca Juga:
Biaya Pertahanan Global: Inilah Sederet Rudal yang Bisa Mengubah Arah Perang
Tak hanya Mallaby, masih ada sejumlah
perwira tinggi berpangkat jenderal yang juga menjadi korban kekejaman perang.
Dirangkum dari berbagai sumber, ada
tiga orang jenderal yang tewas secara mengenaskan saat bertugas di sejumlah
medan pertempuran.
1. Mayor Jenderal (Anumerta) John Albert Dillard Jr
Dillard adalah seorang perwira tinggi
Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army)
yang kenyang dengan pengalaman tempur.
Menurut catatan yang dikutip dari BBC, Dillard pernah
menjadi komandan pleton hingga komandan kompi dalam Perang Dunia II.
Tak hanya itu, Dillard juga ikut
mempertaruhkan nyawa saat Angkatan Bersenjata Amerika Serikat (US Armed Forces) membantu Korea Selatan
(Korsel) dalam Perang Korea melawan Korea Utara (Korut).
Dillard bahkan
menjadi Perwira Operasi Batalyon Divisi Infanteri ke-25 di Korea Selatan.
Akan tetapi, keberuntungan justru tak
berpihak kepadanya saat berpangkat Brigadir Jenderal dan
menduduki jabatan sebagai Kepala Komando Mekanis di Perang Vietnam.
Dillard tewas akibat serangan musuh.
Tepatnya, pada 12
Mei 1970, sebuah helikopter Bell UH-1 Iroquois ditembak jatuh oleh tentara
Vietkong di wilayah Dataran Tinggi Tengah, 16 kilometer barat daya Pleiku, dan
35 kilometer barat laut Saigon.
Dillard, yang
menjadi penumpang helikopter nahas itu, turut jadi
korban tewas bersama sembilang orang lainnya.
2. Mayor Jenderal Harold "Harry" Greene
Greene memang bukan seorang perwira
tinggi yang berpengalaman di pertempuran.
Pria kelahiran Boston, Massachusetts, 11 Februari 1959, ini masuk ke Angkatan Darat Amerika
Serikat (AS) lewat jalur Kursus Dasar dan Lanjutan Perwira Teknik pada 1980.
Memiliki karier yang mengkilap, Greene
mendapat kenaikan pangkat menjadi bintang satu alias Brigadir Jenderal pada
akhir 2009.
Saat itu, Greene mendapat tugas baru
sebagai Wakil Komandan Komando Penelitian dan Teknik Angkatan Darat AS.
Hanya tiga tahun mengklaim titel
Brigadir Jenderal, pangkat Greene naik lagi pada 2012 menjadi Mayor Jenderal.
Dengan pangkat barunya, Greene juga
mendapat tugas anyar sebagai
Deputi Akuisisi dan Manajemen Sistem Program Intelijen Perang Elektronik dan
Sensor.
Pada Januari 2014, Greene dikirim ke
Afghanistan.
Kala itu, Greene dipercaya menjadi
Wakil Komandan Komando Transisi Keamanan Gabungan Afghanistan, selama Operasi
Kemerdekaan Abadi.
Baru tujuh bulan bertugas di posisi
barunya itu, Greene justru menjadi target serangan seorang tentara Angkatan
Bersenjata Afghanistan (AAF).
Greene ditembak mati saat mengadakan
lawatan ke Universitas Pertahanan Nasional Afghanistan di Kamp Marsekal Fahim
Qargha, Kabul, 5 Agustus 2014.
3. Jenderal (Anumerta) Simon Bolivar Buckner Jr
Menurut catatan yang dikutip dari buku
The Ultimate Battle: Okinawa 1945 - The
Last Epic Struggle of World War II, salah satu momen mengerikan yang terjadi dalam Perang Pasifik adalah Pertempuran Okinawa.
Pertempuran Okinawa terjadi selama 82
hari, dimulai pada 26 Maret hingga 2 Juli 1945.
Sejarah membuktikan bahwa Pertempuran
Okinawa adalah serangan amfibi terbesar paling dahsyat di dunia.
Pasukan Angkatan Darat AS ke-10, yang berjumlah 541 ribu personel, berhasil menghabisi pasukan
Angkatan Darat Kerajaan Jepang ke-32, yang hanya berjumlah 76 ribu
personel.
Akan tetapi, kemenangan perang militer
Amerika Serikat harus dibayar mahal oleh nyawa sang komandan, Jenderal
(Anumerta) Simon Bolivar Buckner Jr.
Saat itu, Buckner menjabat sebagai
Komandan Angkatan Darat ke-10 AS yang memimpin 541 ribu pasukan gabungan dengan
Korps Marinir AS (US Marine Corps).
Tepatnya, pada 18
Juni 1945, Buckner datang ke Pulau Okinawa untuk meninjau pasukannya di medan
tempur dengan menggunakan mobil jip komando.
Kala itu, pangkat Buckner masih Letnan
Jenderal. Oleh sebab itu, di mobil jip yang ditumpanginya ada bendera dengan
simbol bintang tiga.
Buckner mendatangi pos pengawasan di
depan sebuah Bukit Ibaru, yang hanya berjarak sekitar 300 meter di belakang
garis depan.
Kedatangan Buckner ternyata diketahui
oleh pihak militer Jepang.
Anggota Korps Marinir AS segera
mengirim sinyal bahwa posisi Buckner terpantau oleh tentara Jepang, terutama
simbol bintang tiga di helm yang dipakainya.
Buckner sempat menggantinya dengan
helm lain tanpa simbol.
Sayang, tentara Jepang sudah telanjur mengetahuinya, dan segera menembakkan peluru
artileri 47 milimeter.
Tembakan itu memang tak mengenai tubuh
Buckner, melainkan menghantam batu karang Bukit Ibaru.
Pecahan batu karang dengan kencang
merobek dada Buckner dan menusuk jantungnya. Buckner pun meregang nyawa
seketika. [qnt]