Di sana perempuan Sumba menghabiskan waktu enam jam hanya untuk memenuhi kebutuhan air.
Hal ini disebabkan sumber air berjarak empat sampai enam kilometer dari rumah dengan kondisi lingkungan berbukit.
Baca Juga:
Momen CFD, Pj Wali Kota Bekasi Kampanyekan Stop Kekerasan Perempuan dan Anak
Bukan hanya jarak dan waktu saja yang menjadi beban perempuan pengumpul air, mereka rentan mengalami kekerasan berbasis jender di lokasi pengambilan air.
Kekerasan yang dialami tidak hanya secara fisik tetapi juga psikologis, emosional hingga seksual.
Kemudian jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, para perempuan yang mengumpulkan air mengalami kerugian finansial.
Baca Juga:
G2C2: Perempuan Muda Hadapi Krisis Iklim
Hal ini terjadi karena waktu yang digunakan untuk bekerja digantikan untuk mengumpulkan air.
Bahkan penelitian di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 2018, mengungkapkan langkanya air membuat para perempuan meninggalkan pekerjaan mereka karena harus mencari air.
Hal ini terjadi terutama pada musim kemarau saat sumber air terbatas.