WahanaNews.co | Pada 29 Januari 1950, ketika Jenderal Sudirman wafat, pucuk pimpinan TNI diembankan kepada wakilnya, Jenderal Mayor Tahi Bonar Simatupang. Kala itu, Simatupang baru memasuki usia ke-30. Sejak itulah, Sim – panggilan akrabnya – diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) yang membawahi tiap matra.
“Pak Sim buat saya merupakan seorang intelektual yang konsekuen dan berani. Kepemimpinannya dalam TNI kurang bersifat teknis, tapi lebih bersifat mental,” ujar Letjen (Purn) Sayidiman Suryohadiprodjo, mantan Wakasad (1973--1974).
Baca Juga:
Letjen TB Simatupang dan DR Liberty Manik, Diantara 10 Putra Terbaik Sidikalang Dairi
Bintang Simatupang memang sudah benderang sejak menjadi taruna militer. Sim merupakan jebolan Akademi Militer Kerajaan Belanda (KMA) Bandung angkatan 1941. Bersama Sim, Alex Evert Kawilarang dan Abdul Haris Nasution adalah kawan seangkatan di KMA. Bila Kawilarang mengambil jurusan infanteri, maka Sim memilih jurusan zeni, bidang militer yang berkaitan dengan persenjatan dan perlengkapan.
“Karena dia jurusan zeni, bukan infanteri seperti Pak Nas dan Pak Alex Kawilarang, pandangan teknis taktis kurang jadi perhatiannya. Lebih berat ke strategi dan politik. Tapi karena dia di tingkat KSAP, ya bukan masalah,” ujar Sayidiman.
Baca Juga:
Jejak Langkah TB Simatupang dan Riwayat Setelan Celana Abu-abu
Perwira Mahkota Perak
Di KMA, tidak sembarang orang diterima di bagian zeni. Seorang taruna zeni harus memiliki nilai yang mumpuni dalam mata pelajaran eksakta. Menurut Sim, perwira zeni mempunyai pengetahuan yang menyerupai pengetahuan insinyur.
Dalam benak Sim, ilmu zeni akan menjadi modal berharga andai dirinya terpaksa keluar dari dinas militer Belanda dan kembali menyandang status sebagai orang sipil.