WahanaNews.co | Setidaknya, 387 pekerja media di seluruh dunia
telah dipenjara, per 1 Desember tahun ini.
Data tersebut disampaikan oleh LSM
yang memperjuangkan kebebasan pers, Reporters Without Border (RSF) Cabang Jerman, dalam laporan tahunannya.
Baca Juga:
Jabat Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat Hentikan 'Puasa Medsos'
Lima negara yang memenjarakan jurnalis
paling banyak adalah China, yang menahan 117 jurnalis,
diikuti Arab Saudi (34), Mesir (30), Vietnam (28), dan
Suriah (27).
Mayoritas pekerja media yang dipenjara
adalah laki-laki, namun jumlah perempuan yang ditahan pada 2020 meningkat
sepertiganya menjadi 42 orang.
Laporan tahunan Reporters Without Borders mengungkapkan bahaya melaporkan berita
tentang krisis pandemi virus Corona, karena
lebih dari 130 anggota pers, baik jurnalis atau pekerja media lainnya, telah
ditangkap.
Baca Juga:
Dituding Langgar UU Pers, Kejagung Dinilai Kebablasan Jerat Direktur JAK TV
Sekitar 14 dari mereka masih dipenjara
saat laporan itu dipublikasikan pada Senin (14/12/2020).
"Tingginya jumlah jurnalis yang
dipenjara di seluruh dunia menyoroti ancaman saat ini terhadap kebebasan
pers," kata Katja Gloger, Kepala Kantor RSF
Jerman.
Gloger mengecam respons pemerintah
terhadap protes, keluhan masyarakat, dan krisis penanganan Covid-19 dengan melakukan represi kepada jurnalis
sebagai "pembawa berita buruk".
"Di balik setiap kasus ini, ada nasib seseorang yang menghadapi persidangan dengan tuntutan
pidana, lama dipenjara dan sering dianiaya karena tidak tunduk pada sensor dan
represi," tambahnya.
Sylvie Ahrens-Urbanek, salah satu yang
terlibat dalam laporan tahunan ini, mengatakan bahwa kasus penangkapan
terhadap jurnalis investigasi Hopewell Chin'ono dari Zimbabwe, yang melaporkan mahalnya penjualan obat Covid-19 oleh
pemerintah, adalah bentuk pelanggaran kebebasan pers.
"Dia ditangkap secara brutal," kata Ahrens-Urbanek.
Jurnalis Zimbabwe itu ditahan selama
satu setengah bulan di penjara, dan upaya pembebasan
dengan jaminan berulang kali ditolak.
Memburuk di Tengah Pandemi
RSF Jerman menaruh perhatian khusus
pada Belarus, karena sedikitnya 370 pekerja media ditangkap terkait pemberitaan
soal Pemilihan Presiden, 9 Agustus 2020.
Meskipun sebagian besar dari mereka
dibebaskan dalam waktu yang singkat, tindakan keras terhadap jurnalis ini
adalah bentuk pelanggaran kebebasan pers.
Laporan itu juga menyoroti penahanan
terhadap pendiri WikiLeaks Australia, Julian Assange, yang saat ini ditahan di penjara dengan keamanan
tinggi, Belmarsh, di Inggris.
RSF mengklaim bahwa kondisinya di
penjara menjadi jauh lebih buruk setelah ada pandemi virus Corona, dan Assange telah ditempatkan dalam
isolasi.
Laporan itu mengungkap kekhawatiran
terhadap kesehatan para jurnalis yang dipenjara dengan perawatan medis yang
tidak layak selama pandemi, dan efek psikologis akibat isolasi.
Lima jurnalis menghadapi hukuman mati
per 1 Desember 2020, salah satunya jurnalis Iran, Ruhollah Zam, yang dieksekusi pada 12 Desember 2020.
Empat lainnya berada dalam tahanan
pemberontak Houthi di Yaman.
RSF juga mencatat, 54 pekerja media diculik di Suriah, Irak, dan Yaman. Beberapa
di antara mereka nasibnya hingga kini tidak jelas.
Empat jurnalis lainnya hilang pada
tahun 2020, yakni satu jurnalis di Irak, satu di Kongo, satu di Mozambik, dan
satu di Peru.
LSM ini mulai menerbitkan laporan
tahunannya pada tahun 1995.
Laporannya mencakup kasus pelanggaran
terhadap jurnalis dan profesi lain yang berkaitan di bidang jurnalisme.
Penyusunnya memasukkan data yang telah
dikonfirmasi dengan hati-hati.
Laporan ini mengungkap perbedaan data
yang disampaikan oleh pemerintah negara-negara tertentu, misalnya Turki, yang
menunjukkan angka lebih rendah daripada yang dilaporkan di tempat lain. [dhn]