SULSEL.WAHANANEWS.CO, TAKALAR - Dampak dari sengketa lahan yang terjadi selama tiga tahun, sebuah sekolah Dasar (SD) di Desa Tamasaji, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (Sulses) yakni SD Negeri 95 Campagaya tidak memiliki atap.
Karena kondisi tersebut, siswa SD Negeri 95 Campagaya terpaksa harus melakukan kegiatan belajar di teras kelas. Dan selama 3 tahun terakhir ini, sekolah tersebut tidak pernah mendapatkan perbaikan.
Baca Juga:
Peneliti Belanda Akui Kualitas Bibit Rumput Laut Takalar Sulsel Bagus
Dilansir dari CNN Indonesia, pihak ahli waris yang mengklaim sebagai pemilik lahan tidak ingin bangunan sekolah tersebut mendapatkan perbaikan, sebelum pemerintah daerah membayar lahan.
Salah satu guru SDN 95 Campagaya, Nuryanti mengatakan bahwa sekolah itu memiliki jumlah siswa sebanyak 136 orang.
"Hanya ada dua kelas yang layak pakai, dan empat kelas tidak layak pakai, sehingga anak-anak harus belajar di bawah tenda," kata Nuryanti, Rabu (15/1/2025).
Baca Juga:
Gubernur Sulsel Serahkan Bantuan 300 Paket Lebaran di Takalar
Nuryanti menuturkan jika kondisi cuaca sedang hujan, para siswa harus berkumpul di salah satu ruangan yang atapnya masih ada, namun plafonnya sudah runtuh.
"Kalau hujan, kehujanan, dan harus berkumpul di satu kelas, itu juga plafonnya sudah runtuh. Kita juga belajar di teras. Kami kasihan pada anak-anak kami, utamanya kalau musim hujan, tidak tahu akan kemana," keluhnya.
Nuryanti berharap agar pemerintah daerah dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga siswa dapat bersekolah dan belajar dengan tenang.
"Karena banyak orang tua yang sudah tidak mau menyekolahkan anaknya di sini, saat tahun ajaran baru, sudah minim pendaftar," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Takalar, Darwis mengaku pihaknya tidak bisa banyak membantu, karena lahannya masih bermasalah.
"Harusnya sejak 2021 itu, sekolah tersebut sudah dapat program rehabilitasi sekolah dari anggaran DAU (Dana Alokasi Umum), tapi bersengketa lahan," kata Darwis.
Akan tetapi, Darwis mengklaim pihaknya telah berupaya untuk memediasi melalui stakeholder terkait seperti kejaksaan yang melakukan monitoring dengan warga yang mengaku sebagai ahli waris.
"Hasilnya, pihak ahli waris tidak keberatan lahannya digunakan untuk membangun sekolah, cuma nanti terjadi persoalan saat penerbitan sertifikat. Meski disebutkan, sepanjang difungsikan untuk belajar mengajar anak-anak di sana tidak akan ada masalah," pungkasnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]