WahanaNews.co | Buruh Karawang turut murka dan kecewa dengan keputusan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, terkait penetapan UMK.
Untuk melawan putusan Ridwan Kamil, buruh Karawang akan mengusutnya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Baca Juga:
DPD MARTABAT Prabowo-Gibran DKI Jakarta Dukung Ridwan Kamil-Suswono di Pilgub 2024
"Kami sangat kecewa dengan keputusan UMK 2022 yang telah disahkan Gubernur Jabar," kata Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Karawang, Ferry Nuzarli, saat dihubungi wartawan, Rabu (1/12/2021).
Ferry mengatakan, penentuan UMK oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil berdasarkan PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dinilai inkonstitusional.
Mahkamah Konstutitusi (MK) menetapkan bahwa Undang-undang Cipta Kerja karena inskontitusional bersyarat.
Baca Juga:
Sulitnya Tembus 51 Persen: Duel Sengit Pilkada Jakarta Akan Terjadi di Putaran Kedua
Sedangkan PP 36 tahun 2021 merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.
"Untuk itu kita akan melakukan gugatan," katanya.
Selain langkah gugatan ke PTUN Bandung yang akan diambil buruh, kata Ferry, mereka bakal melakukan aksi besar-besaran pada tanggal 6 sampai 8 Desember.
"Seluruh Indonesia, termasuk di Karawang. Saya yakin semua buruh akan melakukan aksi," katanya.
Seperti diketahui, Gubernur Jabar Ridwan Kamil telah mengeluarkan Keputusan Gubernur Jabar Nomor: 561/ Kep.732-Kesra/ 2021 Tanggal 30 November 2021 tentang UMK di Daerah Provinsi Jabar Tahun 2022.
Dalam SK itu, UMK Kabupaten Karawang sebesar Rp 4.798.312,00.
UMK Karawang tak lagi tertinggi, melainkan nomor dua di Jabar setelah Kota Bekasi yakni Rp 4.816.921,17.
Meski usulan kenaikan UMK Karawang tahun 2022 yang tinggi ditolak Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, UMK Karawang tahun 2022 tetap tinggi.
Pasalnya, UMK Karawang tahun ini sudah di atas Upah Minimun Provinsi (UMP) Jakarta tahun 2022.
UMP tahun 2022 DKI Jakarta yang sebesar Rp 4.452.724 merupakan tertinggi di Indonesia.
UMK Karawang tahun 2021 sebesar Rp 4.798.312.
Untuk tahun 2022, Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana, mengusulkan UMK Karawang tahun 2022 dinaikkan sebesar 7,68%.
Dengan usulan itu, UMK Karawang tahun 2022 bakal menjadi Rp 5.166.822,36.
Usulan UMK Karawang tahun 2022 itu lebih besar dari rancangan awal.
Sebelumnya, Bupati Karawang hanya mengusulkan kenaikan UMK tahun 2022 sebesar 5,27% menjadi 5.051.183,00.
Namun, usulan UMK Karawang tahun 2022 itu direvisi setelah mendengar aspirasi buruh.
Massa Buruh KBB: Jangan Harap Jadi Presiden!
Terkait dengan kekecewaan terhadap besaran UMK, massa buruh di Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengancam tidak akan memilih Ridwan Kamil di Pilpres 2024.
Pemkab Bandung Barat sendiri merekomendasikan UMK KBB yang alami kenaikan sebesar 7 persen, sesuai keinginan buruh.
Namun, saat UMK diteken Gubernur Jabar, ternyata kenaikan UMK tidak mencapai 7 persen.
Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) KBB, Budiman, mengatakan, para buruh tidak akan mendukung Ridwan Kamil jika jadi mencalonkan diri sebagai Calon Presiden.
Alasannya, para buruh kecewa terhadap keputusan Ridwan Kamil yang mengabaikan rekomendasi Pemkab Bandung Barat.
"Gubernur Jabar sangat mengecewakan, jangan harap jadi (Calon) Presiden kita coblos, gak akan ada dukungan penuh (dari buruh)," ujarnya, saat dihubungi wartawan melalui sambungan telepon, Rabu (1/12/2021).
Dalam menetapkan UMK ini, kata Budiman, Ridwan Kamil hanya memandang dari aspek regulasi pemerintah pusat saja, tetapi tidak memikirkan rekomendasi dari bupati/walikota di Jabar.
Padahal, kata Budiman, sebetulnya gubernur itu memang memiliki diskresi untuk mengabulkan rekomendasi soal kenaikan upah tersebut, seperti yang dilakukan Pemprov Jatim.
"Contoh Jatim ada kenaikan 4 hingga 5 kabupaten/kota yang dianggap ring satunya Jatim. Kalau berdasarkan PP 36 memang tidak naik, tapi kan disitu ada diskresinya Gubernur, jadi naik dengan rata-rata Rp 75 ribu atau setara 1,74 persen," kata Budiman.
Sedangkan Gubernur Jabar sendiri, kata dia, hingga saat ini tidak memperhatikan hal kecil seperti itu, sehingga Ridwan Kamil pun dinilai buruh di Bandung Barat tidak melihat kondusivitas wilayah.
"Prinsipnya kalau bagi kami, Gubernur Jabar itu tidak menggunakan hak diskresinya beliau. Jadi, lebih kepada PP Nomor 36," ucapnya.
Padahal, rekomendasi dari Bupati/Walikota itu, kata Budiman, tidak asal karena sudah berdasarkan pertimbangan dan masukan saat rapat dewan pengupahan.
Seharusnya hal itu dipertimbangkan dengan menggunakan hak diskresi dan berkomunikasi dengan kementerian.
Budiman mengatakan, pihaknya juga semakin kecewa karena Ridwan Kamil tidak menemui ribuan buruh secara langsung saat mereka melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, meskipun sudah menunggu hingga malam hari.
"Itupun jadi komplain kita, padahal ada kesempatan untuk berdiskusi dengan pimpinan. Paling tidak kan ada solusi, tapi ini kan menemui juga enggak. Jadi, kesimpulannya Gubernur Jawa Barat sangat mengecewakan," ujar Budiman. [dhn]