"Polisi, Jaksa, dan Hakim lebih memilih mengirimkan para pengguna ini ke dalam penjara dari pada penanganan atau alternatif pemidanaan lain yang lebih manusiawi seperti rehabilitasi atau pidana bersyarat dengan masa percobaan," katanya.
Meidina mendesak agar institusi dan lembaga negara khususnya yang berada dalam sistem peradilan pidana untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan overcrowding dengan pembaruan sistem peradilan pidana, terkhusus kasus narkotika yang banyak alami masalah.
Baca Juga:
48 Napi Berisiko Tinggi dari Jatim Dipindah ke Nusakambangan
"Polisi, Jaksa, dan Hakim harus didorong untuk memiliki perhatian pada kondisi Lapas, bisa dimulai dengan mendorong penggunaan alternatif pemidanaan non pemenjaraan, termasuk untuk kasus pengguna narkotika yang angkanya begitu banyak," jelasnya.
"Kebijakan narkotika jelas merupakan masalah utama dari problem Lapas. Sehingga perlu trobosan perubahan kebijakan, dekriminalisasi penggunaan narkotika untuk kepentingan pribadi, dan memperketat rumusan pidana agar tidak lagi secara eksesif mengincar pengguna narkotika harus disegerakan," lanjutnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM memastikan kapasitas blok C2, Lapas Klas I Tangerang, yang terbakar, dihuni warga binaan melebihi kapasitasnya.
Baca Juga:
Bersih-bersih di Lapas Sumedang, Petugas Gabungan Gencar Sita Barang Terlarang
"Kalau kondisi Lapas memang over capacity. Dari kapasitas yang seharusnya hanya 40, tapi diisi 120an," terang Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jendral Pemasyarakatan, Rika Aprianti di Lapas Tangerang, Rabu (8/9).
Dia menerangkan, untuk Lapas Klas I Tangerang ada 19 sel tahanan. Setiap sel seharusnya diisi 40 tahanan. Namun saat ini diisi oleh 120an tahanan. Secara keseluruhan Lapas Klas I Tangerang hanya diisi oleh 900 tahanan saja, namun saat ini diisi oleh 2.069 orang.
"Tentunya over capacity ini bukan alasan, tapi tantangan yang harus kami hadapi. SOP tetap kami jalani, tetap berjalan, apalagi penanganan kebakaran seperti ini," klaim Rika.