WahanaNews.co | Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, menilai, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengetahui
ihwal kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah DP Rp 0.
Pencairan dana pembelian itu pun melalui
Keputusan Gubernur Nomor 1684 Tahun 2019 tentang Pencairan Penyertaan Modal
Daerah Pada Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya Tahun Anggaran 2019.
Baca Juga:
Terkait Korupsi KA, Kejagung Periksa Tiga Mantan Kepala BTP Sumbangut
Prasetyo mengatakan, Kepgub itu
memutuskan pencairan PMD untuk Sarana Jaya pada tahun anggaran 2019 sebesar Rp
800 miliar.
"Uang Rp 800 miliar itu kemudian
digunakan untuk membeli lahan yang akan digunakan dalam Program Rumah DP Rp 0,"
kata dia, dalam keterangan tertulis, Kamis (18/3/2021).
Dalam Kepgub itu juga dijelaskan bahwa
Direksi Sarana Jaya, setelah menerima PMD tersebut, harus melaporkan hasil pelaksanaannya kepada
Gubernur.
Baca Juga:
Korupsi Tata Niaga PT Timah, 3 Eks Kadis ESDM Babel Dituntut 6 Hingga 7 tahun Penjara
"Gubernur yang bertanda tangan dalam
Kepgub itu Anies Baswedan," imbuhnya.
Selain itu, Direksi Sarana Jaya juga
diharuskam menyampaikan laporan penyerapan penggunaan PMD secara periodik
setiap 3 bulan kepada Gubernur dengan tembusan Inspektur, Kepala Badan Keuangan
Daerah dan Kepala Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah.
Lebih lanjut, Prasetyo mengatakan,
program Rumah DP Rp 0 merupakan janji kampanye Anies.
Janji itu dituangkan dalam Peraturan
Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022.
Dia menjanjikan akan menyediakan
232.214 unit rumah susun milik dalam waktu 5 tahun. Rumah DP Rp 0 merupakan bagian dari program tersebut.
Untuk mewujudkan janjinya itu, Anies
menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2019.
Di dalam Pergub itu dijelaskan, untuk
melaksanakan tugas tersebut Anies akan memberikan pendanaan
berupa penyertaan modal daerah, subsidi, pemberian pinjaman, atau pendanaan
lainnya yang sah.
"Sejak 2019 sudah Rp 3,3 triliun
digelontorkan dari APBD untuk PD Sarana Jaya. Sejauh ini paling banyak
digunakan untuk pembebasan lahan," jelas Prasetyo.
Prasetyo menuturkan, dalam Pergub
tersebut Perumda Sarana Jaya wajib memberikan laporan secara rutin setiap tiga
bulan kepada Anies.
Kemudian, jika terjadi potensi
kerugian dalam pelaksanaan penugasan, BUMD yang ditugaskan juga wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Gubernur melalui Perangkat
Daerah yang membidangi urusan pembinaan BUMD.
"Jadi, sudah seharusnya Gubernur Anies
Baswedan mengetahui persoalan ini," pungkas politikus PDI Perjuangan itu.
Sebelumnya, diam-diam KPK rupanya
tengah menyidik perkara dugaan korupsi pembelian tanah di beberapa lokasi untuk
Program DP Rp 0 Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta.
Dari 9 objek pembelian tanah yang
diduga mengalami mark-up, salah satunya yakni pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada
di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya
Jakarta Timur, Tahun 2019.
Berdasarkan informasi yang dihimpun wartawan, dalam proses penyidikan sengkarut tanah ini, penyidik lembaga
anti rasuah telah menetapkan empat pihak sebagai tersangka.
Mereka, antara
lain, YC selaku Dirut PSJ, AR dan TA.
Selain itu, penyidik juga menetapkan
PT AP selaku penjual tanah sebagai tersangka kasus yang terindikasi merugikan
keuangan negara senilai Rp 100 miliar tersebut.
Indikasi kerugian negara sebesar Rp
100 miliar terjadi karena ada selisih harga tanah Rp 5.200.000 per m2 dengan
total pembelian Rp 217.989.200.000.
Sementara dari total 9 kasus pembelian
tanah yang dilaporkan ke KPK, terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp
1 triliun.
Atas perbuatannya, keempat pihak ini
disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. [qnt]