WahanaNews.co | Jebolnya kolam penampungan limbah
batu bara di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, pada 7 Februari 2021, terus mendapat sorotan tajam.
Sebanyak
lima kecamatan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Malinau sampai Sungai
Sesayap dilaporkan terdampak parah.
Baca Juga:
Lokasi Jatuhnya Pesawat Kargo Smart Air Ditemukan
Ikan-ikan
di sungai mengambang dan mati, bahkan PDAM Apa" Mening sempat berhenti
beroperasi.
Merespons
kasus tersebut, Ketua DPRD Kaltara, Norhayati Andris, mengatakan, anggota DPRD Kaltara tengah berdiskusi soal perlu-tidaknya
pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengatasi masalah tersebut.
"Komisi
I dan komisi III DPRD Kaltara masih rapat, tapi saat ini pihak perusahaan sudah
melakukan konsekuensi dari jebolnya tanggul mereka, akankah Pansus kita bentuk
atau tidak, belum kita putuskan," ujarnya, saat dihubungi wartawan, Jumat (19/2/2021).
Baca Juga:
Kolaborasi Pembangunan IKN: Pemerintah Kaltim dan Kaltara Sinergi dalam Kemitraan
Norhayati
mengaku jika DPRD Kaltara belum bertemu langsung dengan perusahaan pengelola
kolam limbah.
Pembicaraan
selama ini dilakukan via telepon, tapi pihak perusahaan dipastikan bertanggung
jawab atas kejadian tersebut.
Sejauh
ini, pengelola kolam limbah itu sudah mengatasi persoalan jebolnya tanggul.
Mereka
juga mendistribusi air bersih kepada masyarakat dan sudah menebar benih ikan di
sungai yang tercemar.
Norhayati
mengatakan, peristiwa jebolnya tanggul kolam limbah terjadi akibat kelalaian.
Alasan
yang diterima dari pengelola kolam limbah, ada sejumlah pimpinan perusahaan
yang terpapar Covid-19 sehingga tidak pernah turun lapangan.
Ia juga
tidak membantah, jebolnya kolam limbah ini bukan kali pertama.
Pencemaran
Sungai Malinau ataupun Sesayap pun terjadi beberapa kali dan
diduga bersumber dari sejumlah perusahaan di Kaltara.
"Kalau
masalah sanksi atau bagaimana sikap DPRD Kaltara, kita tunggu hasil lab dulu,
itu kan sampel limbahnya masih diteliti. Wacana Pansus juga mungkin terganjal
agenda DPRD yang sudah terjadwal seperti pembahasan Perda, reses dan lainnya.
Tapi, DPRD akan tetap memantau dan berkomunikasi dengan perusahaan serta dinas
terkait sebagai tanggung jawab kami," kata dia.
JATAM
Kaltara Tuntut Pencabutan Izin
Koordinator
Jaringan Tambang (JATAM) Kaltara, Theodorus, meminta aparat dan pemerintah pusat dan daerah,
bisa tegas menyikapi persoalan ini.
JATAM
Kaltara mencatat, pencemaran Sungai Malinau oleh aktivitas tambang di kawasan hulu dan
sepanjang DAS Malinau sudah terjadi sejak 2010, 2011, 2012, 2017 dan terakhir
2021.
"Selama
itu pula, belum ada tindakan tegas yang diambil dari pemerintah atau aparat
keamanan atas kasus ini, tidak ada mereka dikenakan pidana. Padahal, mereka
diduga melakukan kejahatan lingkungan," kata Theo.
Pada 4
Juli 2017, kata Theo, tanggul kolam pengendapan (settling pond/sedimen pond) di pit Betung, juga jebol dan
mengakibatkan pencemaran di lokasi yang nyaris sama PDAM Malinau menyatakan
kekeruhan air baku mencapai 80 kali lipat dari NTU (nephelometric turbidity unit) menjadi 1993 NTU.
PDAM
juga saat itu stop operasi dari 7-9 Juli 2017.
Atas
kejadian ini, Dinas ESDM Kaltara menghentikan sementara kegiatan empat perusahaan
tambang Batu Bara di Malinau Selatan. [dhn]