WahanaNews.co | Kota
Bogor, Jawa Barat, saat ini mengalami kelangkaan gas oksigen menyusul
melesatnya jumlah pasien positif Covid-19.
Baca Juga:
Kehabisan Oksigen dalam Pesawat, Timnas Gambia Nyaris Kehilangan Nyawa
Seperti dilansir Antara, dari beberapa depot gas oksigen di
Kota Bogor seperti di Jalan Raya Otista, di Jalan Kebon Pedes, Jalan Raya
Semplak, dan Jalan Lawanggintung, pasokannya dari agen gas di Jakarta
berkurang.
Pemilik sebuah depot gas oksigen di Jalan Lawanggintung,
Bogor Selatan, Kota Bogor, Minggu (4/7), Indri, mengatakan kelangkaan gas oksigen
di Kota Bogor, terjadi sejak sepekan terakhir.
Indri menuturkan, biasanya di depotnya menjual gas oksigen
rata-rata sekitar 180 m3 per hari, yakni 30 tabung besar dengan kapasitas 6 m3
atau dengan tabung berukuran lebih kecil dengan kapasitas 2 m3.
Baca Juga:
Buka Konferensi ICORCS 2023, Gubernur Khofifah: Serukan Kemerdekaan Palestina
Namun, sejak sepekan terakhir, pasokan gas oksigen dari
agennya di Manggarai Jakarta berkurang, sehingga volume penjualannya juga
berkurang.
"Biasanya kami dipasok gas oksigen sekitar 25-30 tabung
gas besar berukuran 6 m3, tapi sejak sepekan terakhir pasokan berkurang menjadi
sekitar 10 tabung gas besar berukuran 6 m3," katanya.
Menurut Indri, pasokan gas yang terbatas itu diutamakan
untuk kebutuhan perorangan dan rumah sakit, sedangkan untuk kebutuhan bengkel
las dan pekerjaan proyek dihentikan sementara.
"Kebutuhan perorangan biasanya dimanfaatkan untuk
membantu pernafasan pasien Covid-19," katanya.
Dia menjelaskan, dari sekitar 10 tabung gas besar berukuran
6 m3 atau 60 m3, dibagi-bagi ke tabung berukuran kecil untuk melayani
masyarakat yang mengisi uang ulang gas oksigen pada tabung kecil yakni
berukuran, 2 m3, 1,5 m3, dan 1 m3, untuk kebutuhan per orangan.
Isi ulang gas oksigen untuk tabung berukuran 2 m3 Rp55.000,
tabung 1,5 m3 Rp45.000, dan tabung 1 m3 Rp 35.000.
"Pembelinya ramai sekali tapi karena stoknya terbatas
sehingga kami melayani siapa yang duluan membeli. Hanya sebentar saja,
penjualannya sudah habis," katanya.
Indri menceritakan, bahkan ada pegawai dari rumah sakit juga
mencari gas oksigen ke depotnya, karena kebutuhan di rumah sakit tersebut
berkurang.
Sementara itu, Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor terus
berupaya menambah jumlah tempat tidur pasien terpapar virus corona di rumah
sakit dan di pusat isolasi untuk menurunkan persentase tingkat keterisian
tempat tidur (BOR).
"Pada Minggu hari ini BOR pasien Covid-19 di rumah
sakit ada 84,0 persen. BOR tertinggi adalah 87,9 persen pada 1 Juli lalu,"
kata Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor, Bima Arya, di Kota Bogor,
Minggu.
"Dengan adanya penambahan jumlah tempat tidur untuk
pasien Covid-19, kami menargetkan BOR dapat turun sampai di bawah 70
persen," kata dia yang juga Wali Kota Bogor itu.
Menurut Bima, langkah-langkah tersebut juga dilakukan untuk
mengantisipasi Kota Bogor yang kini berada di zona oranye, tidak berubah ke
zona merah.
Sampai Minggu (4/7), jumlah tempat tidur yang tersedia di 21
rumah sakit rujukan di Kota Bogor sebanyak 1.099 dengan tingkat keterisian 84.0
persen atau sebanyak 923 pasien Covid-19.
Berdasarkan data pada Dinas Kesehatan Kota Bogor, dari 923
pasien yang dirawat di rumah sakit di Kota Bogor, sebanyak 452 pasien (49,0
persen) berasal dari Kota Bogor, 268 pasien (29,0 persen) dari Kabupaten Bogor,
dan 203 pasien (22 persen) dari daerah lainnya.
Kota Bogor juga memiliki Pusat Isolasi Covid-19 di Gedung
Pusdiklat Ciawi Bogor, dengan kapasitas 100 tempat tidur. Pada Minggu (4/7)
terisi 50 pasien (50 persen).
Menurut Bima, guna menurunkan BOR pasien Covid-19,
Pemerintah Kota Bogor menyiapkan dua Pusat Isolasi Covid-19 dan 11 Rumah
Isolasi Covid-19 berbasis lingkungan. Kedua Pusat Isolasi Covid-19 itu adalah
di Asrama Internasional Putri IPB Dragama Bogor dengan kapasitas 184 tempat
tidur dan di Gedung Pusat Pengembangan SDM BNN di Lido Bogor dengan kapasitas
100 tempat tidur.
Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor 11 Rumah Isolasi
Covid-19 berbasis lingkungan dengan kepasitas total 186 tempat tidur. [dhn]