WahanaNews.co | Gas air mata memang tidak dirancang untuk membunuh, tetapi ada kemungkinan memunculkan efek mematikan apabila digunakan tidak sesuai prosedur.
Dalam praktiknya, seperti saat tragedi Kanjuruhan, aparat kepolisian disebut menembakkan gas air mata di tengah kerumunan tribun penonton.
Baca Juga:
Kapolri Pimpin Serah Terima Jabatan 6 Pejabat Tinggi Polri, Brigjen Alfred Papare Dilantik Jadi Kapolda Papua Tengah
Alhasil, ratusan orang meregang nyawa karena gagal napas, hingga terinjak-injak saat terjebak di pintu keluar stadion.
“Penyalahgunaan gas air mata yang sedang berlangsung oleh pasukan polisi di seluruh dunia adalah tindakan sembrono dan berbahaya,” kata Patrick Wilcken, Wakil Direktur Program Isu Global Amnesty International, dikutip dari Amnesty.org.
Hasil investigasi Amnesty International mencatat setidaknya 100 insiden serupa pernah terjadi di 31 negara selama 2019 silam. Bersama Omega Research Foundation, Amnesty International mengecam penyalahgunaan gas air mata dalam pengendalian huru-hara. Namun, hingga saat ini belum ada peraturan internasional tentang pengawasan perdagangan gas air mata.
Baca Juga:
Buntut Kasus Penembakan, Polri Evaluasi Penggunaan Senpi Anggota
Sejumlah institusi keamanan negara, termasuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri), kerap melakukan pengadaan gas air mata dengan jumlah anggaran bernilai fantastis di setiap tahunnya. Berdasarkan penelusuran Tempo, total pengadaan gas air mata oleh Polri menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2022 mencapai 159,8 miliar.
Berikut rincian anggarannya sebagaimana dirangkum dari lpse.polri.go.id:
1. Pengadaan Launcher Gas Air Mata