"Pergub
ini bertentangan dengan norma-norma hak asasi manusia yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu juga
bertentangan dengan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik sebagaimana
telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005, dan Undang-Undang
Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum," jelas dia.
Sementara
itu, beberapa waktu lalu, Kepala Biro Hukum Setda DIY, Dewo Isnu Broto,
menambahkan, pihaknya mempersilakan warga masyarakat untuk melayangkan
keberatan atas peraturan ini.
Baca Juga:
Pemda DIY Targetkan Pembuatan DED Rampung pada 2023
Sambung
dia, penolakan atau keberatan atas pergub ini bisa dilakukan dengan mekanisme
melalui mengirimkan surat langsung kepada pemerintah daerah DIY.
Selain
itu, masyarakat juga diperbolehkan untuk gugatan melalui PTUN
atau langsung ke peninjauan kembali terhadap peraturan yang dikeluarkan.
"Mekanisme
persuratan dengan kita boleh melakukan gugatan melalui PTUN atau langsung ke
peninjauan kembali terhadap peraturan yang kita keluarkan," ujarnya.
Baca Juga:
Sultan HB X Jamin Karyawan Hotel Ibis dan Mal Malioboro Tak Kena PHK
Dewo
menjelaskan latar belakang Pergub ini adalah tindak lanjut dari UU Nomor 9
tahun 1998, Pasal 5 ayat tentang penyampaian di tempat umum. Dalam UU tersebut
dicantumkan bahwa terdapat objek-objek vital nasional yang dikecualikan untuk
menyampaikan aspirasi.
"Obyek
vital nasional itu karena belum jelas di undang-undang maka dalam hal ini
Presiden mengeluarkan Keppres Nomor 63 tahun 2004 tentang pengamanan objek
nasional," ujarnya.
Ia
menjelaskan, objek vital nasional yang dimaksud dalam Keppres tersebut
adalah kawasan atau lokasi, bangunan, instansi, dan usaha yang menyangkut
dengan kepentingan negara dan hajat hidup orang banyak, serta juga sumber
pendapatan strategis.