Untuk
diketahui, dalam Pergub tersebut ada larangan di lima lokasi, yakni Istana
Negara Gedung Agung, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kraton Pakualaman,
Kotagede, dan Malioboro.
Unjuk
rasa diperbolehkan asalkan dengan radius 500 meter dari lokasi tersebut.
Baca Juga:
Pemda DIY Targetkan Pembuatan DED Rampung pada 2023
"Kawasan
terlarang untuk demonstrasi tersebut selama ini menjadi tempat untuk masyarakat
sipil menyuarakan pendapat dan kritik terhadap pemerintah," katanya.
Lanjut
dia, Pasal 6 Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian
Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka juga disebutkan pembatasan
waktu.
Dalam
pasal tersebut, unjuk rasa dibatasi dari pukul 06.00 hingga 18.00.
Baca Juga:
Sultan HB X Jamin Karyawan Hotel Ibis dan Mal Malioboro Tak Kena PHK
Poin
selanjutnya yang menjadi perhatiannya adalah soal pembatasan penggunaan
pengeras suara dalam pasal 6, yang menyebutkan setiap orang harus mematuhi
batas maksimal baku tingkat kebisingan penggunaan pengeras suara sebesar 60
desibel.
"Poin
keempat, soal pelibatan TNI dalam urusan sipil. Dalam pergub itu, TNI dapat
ikut serta dalam wilayah koordinasi sebelum, saat, dan setelah pelaksanaan
penyampaian pendapat di muka umum. Selain itu mereka juga ikut mengevaluasi
kebijakan dan pelaksanaan kebijakan," kata dia.
Menurutnya,
setelah reformasi, dwi fungsi ABRI telah dihapuskan. Sehingga,
prajurit hanya bertugas dalam hal pertahanan, tidak lagi terlibat urusan
politik.