Dia pun membeberkan strategi jangka panjang untuk mitigasi risiko pada
bangunan eksisting.
"Untuk penggunaan jangka panjang,
seluruh bangunan di wilayah terdampak, termasuk yang rusak ringan, seharusnya di-assess atau dievaluasi serta diretrofit agar dapat menahan kejadian
gempa besar yang mungkin terjadi," ujarnya.
Baca Juga:
Dugaan Korupsi di PT Pembangunan Perumahan, KPK Sita Uang dan Deposito Rp62 Miliar
Untuk itu, Iswandi menyarankan, perlu
disusun peta kerentanan atau risiko bangunan (khususnya bangunan
hunian) di wilayah Sulbar.
"Perancangan bangunan baru harus
dilakukan secara konsisten dengan mengacu pada SNI Gempa dan SNI Detailing terkini," ujarnya.
Iswandi juga membeberkan strategi
pemanfaatan bangunan penting untuk kebutuhan emergency response (jangka pendek).
Baca Juga:
Persiapan Pembangunan Kampus Terpadu Universitas Muhanmadiyah Sumatera Utara
Yang pertama, yakni perlu disepakati level hazard gempa yang relevan yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi bangunan-bangunan penting eksisting
(direncanakan berdasarkan SNI 2002) yang diperlukan dalam masa tanggap darurat.
Selain itu, perlu disusun peta
kerentanan atau risiko bangunan, khususnya bangunan hunian di wilayah Sulbar.
"Perancangan bangunan baru agar
dilakukan secara konsisten dengan mengacu pada SNI gempa dan SNI detailing terkini. Hal ini
penting, mengingat bangunan-bangunan tersebut kemungkinan belum diberi seismic detailing yang memadai untuk
zona gempa tinggi," tutupnya.