"Namun, perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian mengingat kemungkinan adanya bukti-bukti lain di wilayah pembangunan tersebut," kata Abdul Haris.
Sementara itu, dilansir dari Instagram KontraS, para pekerja proyek pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong menemukan tulang belulang manusia yang diduga kuat adalah milik korban extra judicial killing semasa pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh sejak tahun 1989-1998.
Baca Juga:
Situasi HAM di Papua Tahun 2023, Ini Hasil Pengamatan Komnas HAM
Semula para pekerja proyek menemukan tulang-tulang manusia di sekitar tempat bangunan tugu di dalam kompleks Rumoh Geudong. Oleh Teungku Imum Gampong Bili Aron, Faisal Ibrahim, tulang belulang yang ditemukan itu dikafani dan dikubur ulang secara laik. Faisal mengafani tulang paha, lengan, dan kaki.
"Jumlah tulang paha sekitar enam tulang. Semua tulang dikubur dalam satu liang. Kedalaman galian sepinggang orang dewasa," kata Faisal.
Gabungan organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari KontraS Aceh, AJAR, KontraS, RPUK, Lembaga Studi Demokrasi dan Perdamaian, Amnesty International Indonesia, dan Tim Klarifikasi Sejarah Independen mendesak pemerintah menghentikan sementara pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong karen berpotensi merusak barang bukti atau obstruction of justice.
Baca Juga:
Persoalkan Pelanggaran HAM, Anggota TNI Tantang BEM UI KKN di Wilayah KKB
Serta harus menghentikan segala bentuk pembatasan informasi akan proses pembangunan living park pada masyarakat sekitar dan korban kekerasan Rumoh Geudong, dan memastikan seluruh proses pembangunan berprinsip pada pelibatan bermakna dari korban dan kelompok masyarakat sipil.
"Pembangunan living park harus dimulai dengan pengungkapan kebenaran, pelaksanaan Pengadilan HAM, serta penggalian dan identifikasi tulang belulang dengan cara yang sensitif dan bermartabat," kata Koordinator KontraS Aceh Azharul Husna.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]