Setelah
diarak, ogoh-ogoh itu dibakar, simbol
Butha Kala sebagai manifestasi dari
anasir kegelapan telah dikembalikan di tempat mereka masing-masing.
Dan,
menjelang matahari terbit di ufuk timur, yaitu pada pinanggal apisan Sasih Kadasa (tanggal satu bulan kesepuluh
Kalender Hindu-Bali), tibalah puncak Hari Raya Nyepi sesungguhnya.
Baca Juga:
Menteri PMK Hadiri Tawur Agung Kesanga di Candi Prambanan Yogyakarta
3. Nyepi, Catur Brata Penyepian
Saat
Nyepi, masyarakat Hindu-Bali merayakannya dengan bentuk catur bratha penyepian.
Baca Juga:
Langgar Aturan Nyepi di Bali, Polisi Tahan 2 WN Polandia
Dengan
ritual Nyepi, masyarakat Bali belajar perihal mengendalikan diri secara total
yang dilaksanakan selama 24 jam, yakni mulai pukul 05.00 sampai pukul
05.00 besok pagi harinya.
Ritus
ini terdiri: amati geni yang bermakna
tiada api atau penerangan lampu. Artinya, manusia tidak boleh mengobarkan api
hawa nafsu; amati karya, yang
berarti tidak bekerja alias berdiam diri dalam arti sesungguhnya dan tekun
mensucikan batin; amati lelungan, yang
berarti tidak bepergian, juga bermakna pikiran tidak mengkhayal ke mana-mana; dan amati lelangua, yang berarti dilakukan tidak
sekadar untuk rekreasi atau menghibur diri.
Bagi
mereka yang mampu melaksanakan catur
bratha penyepian secara utuh, biasanya disertai dengan upawasa (puasa), mona
(tidak berbicara), dan jagra (tidak
tidur).